Stephen King, di usianya yang ke-50 mengakui bahwa istrinya, Tabitha adalah "pembaca"nya. Stephen mengungkapkan, bahwa, "Setiap penulis punya seorang pembaca, dan dia sesungguhnya HANYA menulis untuk pembaca itu."
Dulu saya tidak mengerti.
Karena bukankah kita semua menulis untuk orang banyak?
Mungkin, jika kita menulis surat, atau permohonan wawancara kerja, kita hanya menujukannya pada satu individu, atau satu komunitas saja. Tapi disini, kita menulis esai, cerpen, puisi, karya ilmiah... hanya untuk satu orangkah?
Tapi ketika saya mencoba menulis, dimulai pada waktu SMA dulu, saya mulai mengerti apa yang dimaksud dengan pengarang "The Shining" itu.
Waktu SMA,saya remaja yang payah. Sulit beradaptasi di lingkungan baru, canggung, dan tidak punya teman. 3 bulan di sekolah asrama dan bahkan belum menghafal satu namapun selain nama teman kasurnya samping-sampingan.
(Perhatian: cerita ini agak melankolis. jika merasa malas membaca cerita melankolis, silakan abaikan saja)
Lalu saya punya seorang teman. Yah, teman tetanggaan kasur itu. Saya tidak bicara sepatahkatapun sejak perkenalan-10-detik-saat-saya-mengatur-barang-ketika-pertama-tiba-dulu. Anaknya tomboi, keras, cuek, tapi sangat baik hati.
"Ade ultah kan bulan ini?"
"Hah?" Saya tidak nyambung, itu adalah saat pertama kami bertemu setelah liburan panjang. Saya sudah 4 bulan di asrama dan nyaris tidak punya teman. Saya ulangtahun waktu liburan dan jelas tidak mengharapkan ucapan dari teman seasrama *apalagi hadiah!
Saya menatapnya dan dia mengeluarkan bingkisan besar.
"Nih, hadiah."
Saya menerimanya, melongo saking tidak percaya. Seumur hidup, ada seorang teman memberikan kado pada saya!
Luar biasa.
Ada seorang, selain keluarga saya yang menganggap saya ada!
Entah waktu itu saya berterima kasih atau tidak, saking terharunya. Lalu dia hanya melenggang cuek setelah memberi hadiah itu, seolah-olah itu hal yang sangat amat biasa.
Maka,ketika saya mulai menulis,
Saya adalah penulisnya dan dia adalah pembacanya.
***
Tulisan panjang pertama saya cerpen, diluar peer sekolah, menang juara 2 tingkat provinsi.
Dia yang menyemangati saya saat saya menulis, dia yang membaca tulisan-tulisan saya, mengatakan paragraf itu luar biasa, mengkritik sentuhan akhir saya, menemani saya saat karya saya harus dipresentasikan, tersenyum menyemangati saat saya gemetaran di podium hingga tidak bisa bicara, bahkan menemani pengambilan hadiahnya, dan orang yang paling bahagia untuk saya saat saya menang.
Dia adalah "The Reader" untuk saya.
Hanya dia waktu itu,
selalu dia...
tulisan-tulisan saya untuknya. Untuk dia baca
Hingga dia memutuskan pergi dari hidup saya.
Dan saya tidak bisa menulis sebagaimana saat dulu dia ada di dekat saya.
Tapi semangat yang dia berikan masih hidup hingga kini.
Thanks friend to all
You make a useless person like me
be more useful for this life,
***
Saat dulu, saya menulis untuknya, untuk dia baca
saya sadar bahwa tulisan saya akan dibaca olehnya
Saya tahu, paragraf ini akan membuatnya mual-mual, membuatnya tersenyum, membuatnya merenung, membuatnya sedih...
Jadi, jika dia tidak tersenyum, tidak sedih, atau tidak merenung pada bagian yang saya sebutkan, maka tulisan saya itu jelek. Dan harus diedit lagi.
Tulisan yang benar adalah jika dia bereaksi secara tepat di tempat yang seharusnya.
Seperti itulah "The Reader".
Saat saya menulis, saya hanya membayangkan bahwa ia membacanya, dan saya menggerakkannya sebagaimana dia akan atau harus bersikap.
Saya percaya reaksi dia merupakan representasi dari reaksi semesta, jika dia berkata,
Saya percaya reaksi dia merupakan representasi dari reaksi semesta, jika dia berkata,
"Ah,jelek."
Maka semesta sepakat itu jelek.Tapi jika dia berkomentar,
"Menarik,lucu banget de!"
Maka semesta akan tertawa saat membaca tulisan itu.
Dan selalu seperti itu.
Tapi kapan itu berhenti terjadi?
Mungkin saat saya kehilangannya, karena memang saya tidak kompeten untuk bisa menjalin suatu hubungan dengan manusia lain selamanya.
Pergi, berlalu, begitu saja.
Lalu saya punya "The Reader" baru.
Hingga 2 tahun, lalu dia kembali pergi.
Dan sekarang, saya sendiri. Tanpa seorang pembaca pun...
Saya kehilangan "The Reader", saya mulai merasa tulisan saya tidak punya jiwa lagi seperti sebelumnya.
Tulisan saya bergerak dengan semangat yang sama, tapi hanya bagi saya,.
Saya menulis, seolah bicara dengan diri sendiri.
Saya menjadi terasing dalam dunia kata-kata yang seolah hanya berisi monolog senja.
Dan saya, tidak memiki "The Reader", seorang pun
hingga saat ini...
*saat benar-benar merindukan MY READER.ada yang mau melamar posisi ini???