Senin, 22 Juni 2009

MencariNya dengan Sederhana

Aku pernah duduk dalam sisi tergelap hidup
Benar-benar gelap
Tenggelam dalam pertanyaan-pertanyaan dangkal tentang apa itu Tuhan, darimana manusia berasal, apa itu agama, kedangkalan-kedangkalan dari manusia bodoh
Saat benar-benar tidak tahu arah tujuan
Pilihanku hanya dua:
menjadi orang yang terbuang atau mati


Lalu Allah menyelamatkanku...

Dengan caraNya yang indah dan menakjubkan, Ia menyelamatkanku dari kegelapan pikiranku sendiri.
Diajarinya aku bahwa kesederhanaan selalu lebih baik
Bahwa untuk mencariNya tidak perlu bergaul dengan setan, berdoa sudah cukup
Dia memberitahuku bahwa kerendahan hati dalam menyikapi pemahaman akan Al-Qur'an dan hadits jauh lebih baik dari sikap sombong dan tak acuh
Diberikannya aku kepolosan akal dan jiwa yang jernih
Lalu dilepaskannya aku dengan cintaNya

Dalam sekejap, aku mulai kembali merangkak, seperti bayi kembali
Belajar bahwa dunia hanya sementara
Bahkan kematian tidak seburuk yang terlihat
Tentang manusia, pemikiran, kesombongan, dan keinginan2 mereka
tentang thagut, konspirasi, politik...
Dan Ia mengajariku untuk tetap tegak saat yang lain terjatuh
Ia membelaiku saat aku ketakutan dan lelah, dengan ayat-ayatNya dan keajaiban kecil dalam hidup setiap harinya
Aku hanya perlu mendekatiNya dengan cara yang mudah, bahkan tidak perlu biaya

Ia begitu mencintai dan menjagaku...

Hingga aku tahu bahwa aku akan baik-baik saja tanpa siapapun, cukup dengan Dia saja
Dan bahwa keinginan serta pilihanNya akan hidupku adalah yang terbaik
Betapapun hal-hal itu terlihat buruk bagiku

Saat ini aku berpikir: apakah Ia mencintai manusia lain sebaik mencintai diriku?
Saat aku melihat ke sekelilingku, aku takjub melihat begitu banyak cintaNya pada dunia di sekitarku
Bahkan pada orang-orang yang tidak menyadari dan tidak mau mengerti
Dan Dialah: ALLAH


Thanks for the Life, and All parts of Life, Allah...

Selasa, 16 Juni 2009

Kematian itu Pasti

Pernahkah, sedetik saja, kita menemani kejernihan jiwa dengan menatapi kematian?
Membayangkan sebuah lubang yang dalam menganga
Gelap
Hening
Kosong
Tak ada teman, tak ada sahabat, hanya sunyi...

Saat itu semua amal tak berguna lagi, tak ada lagi manfaat dari usaha untuk shalat, puasa, bersedekah, berbuat baik, memperbaiki dunia...
Karena ini adalah hari hisab tanpa amal!

Pernahkah?
Sungguh, saat aku melihat kematian, maka kematian sesungguhnya tidak pernah berpaling dari sisi.
Hingga saatnya untuk benar-benar pergi.

Pernah, saat aku menatapi seonggok tubuh mati, tak bergerak di hadapanku, aku berpikir,
Kemana ia akan pergi?
Kemana tubuhnya yang selalu kuat membawanya kemana-mana, mulut yang dapat bergerak, tersenyum dan mengerut? kemana semua?

Sosok itu mungkin dulunya manusia terhormat, yang memiliki uang, anak, saudara, orang-orang yang mencintai dan mengaguminya.
Dan kini ia ditinggalkan, jauh... jauh...

Sunyi

Semua orang menjadi egois saat dihadapkan dengan kematian
Karena siapakah yang mampu mengelakkannya?
Bahkan dokter yang tiap hari menatapi kematian, tidak mampu menahan nyawa seorang pun, sekuat apapun ia berusaha.
Karena jiwa-jiwa yang pergi itu, memang memiliki pemilik...
Rabb

Jumat, 12 Juni 2009

Saat Ingin Menangis

Maka pada suatu pagi hari ia ingin sekali menangis sambil berjalan tunduk sepanjang lorong itu. Ia ingin pagi itu hujan turun rintik-rintik dan lorong sepi agar ia bisa berjalan sendiri saja sambil menangis dan tak ada orang bertanya kenapa.

Ia tidak ingin menjerit-jerit berteriak-teriak mengamuk memecahkan cermin membakar tempat tidur. Ia hanya ingin menangis lirih saja sambil berjalan sendiri dalam hujan rintik-rintik di lorong sepi pada suatu pagi.

(Sapardi Djoko Damono,�Pada Suatu Pagi Hari)

Ini bukan sebuah review, tapi saat memandang gerimis yang turun rintik-rintik, di saat pikiran sedang dirundung banyak masalah yang seolah tak ada habisnya; mulai dari masalah akademis, karier, asmara, yang selalu ada dalam ramal-ramal mbok lauren itu,menjadikan diri ingin menangis.

Sebab air mata, adalah satu-satunya hasil ekskresi yang tidak menjijikkan.

Saat kehidupan begitu terhimpit dengan masalah, menangis pelan-pelan sambil berjalan di suatu tempat sepi dalam nuansa gerimis, adalah suatu kenikmatan yang langka.

Ya, sangat langka.

Karena bumi seolah telah disesaki manusia, hingga mencari momen dalam keindahan ini, terasa bagai peer yang begitu sulitnya.

ah, saya jadi ingin menangis. sayang, tidak gerimis di sini. Hingga begitu banyak orang yang bertanya,"Kenapa?"

Padahal terkdang menangis tidak butuh alasan.

Maka, jika sahabatmu menangis, jangan tanyakan apapun padanya. Biarkan dia mengakrabi keheningan bersama air matanya sejenak.

Agar ia tidak mengharapkan gerimis saat bersamamu.

Lagi-lagi, saya ingin menangis, tanpa perlu mencari lorong sepi di suatu pagi gerimis...