Senin, 27 Oktober 2008

Sombongnya Manusia2 Medis

Alhamdulillah...
setelah sekian lama vakum dari nge blog, akhirnya hari ini aku bisa kembali

Kembali berbagi, semuanya...
Dan untuk hari ini, ada sebuah cerita tentang manusia
dengan sebuah profesi
yang membuatnya seolah-olah dapat menguasai nyawa manusia:

Dokter
dan para petugas medis di sekitarnya

Fragmen 1:

"Langsung aja naik ke tempat tidur!"
Kami tercekat melihatnya. Bapak itu, pasien yang baru saja diperintah oleh si petugas juga kelihatan bingung. Ia hanya menatap mesin yang berbentuk seperti tempat tidur itu dengan tak yakin.

"Gimana naiknya?" ia bertanya lemah, tapi sang petugas tidak memperdulikannya. ia sibuk dengan sejumlah catatan. Kami, para mahasiswa FK yang diberi tugas untuk mengunjungi bagian radiologi hanya dapat tertegun.

"Kenapa? naik pak." sahut petugas itu dengan tajam. Kali ini bapak itu naik dengan taku2, mungkin juga bingung. dengan tak sabar, petugas itu mengarahkan posisi bapak yang sakit itu.

Lagi2, kami hanya terdiam

...Bersambung^^

Kamis, 02 Oktober 2008

Ikhwan Dilarang Baca!!!

Kenapa harus dengan ikhwan? Lelaki biasa saja sudah cukup! Kata seorang saudariku, setelah kami melalui sesi dialog yang cukup panjang.

Aku terdiam. Sungguh, sulit untuk menolak semua kata-katanya.

Kali ini kami berdiskusi tentang munakahat atau pernikahan. Jujur, dalam usia menjelang 20 tahun, entah mengapa topik ini sering sekali muncul. Mungkin karena banyak teman-teman seangkatan yang telah lebih dulu menggenapkan separuh dien. Atau sebab-sebab yang lain.
Entahlah.

Dialog ini sebenarnya bukan tentang pernikahan. Awalnya kami hanya membahas dinamika dakwah kampus yang memang cenderung centang prenang, lalu berlanjut ke masalah ghirah dakwah yang cenderung menyurut,hingga ke ikhwan dan akhwat dengan ghirah keislaman yang tetap tinggi di tengah badai, lalu dan lalu, ketika dan ketika...

"Tapi ikhwan pun, juga manusia." celutuk saudariku ini.
"Hmm?"
"Iya, bahkan lebih dari manusia."
Aku terdiam, menebak-nebak arah pembicaraan saudariku satu ini. Sepertinya ia pingin ngomongin tentang makhluk langka yang bicaranya suka nunduk-nunduk, berjenggot, dan selalu kelihatan jenggotnya di acara-acara dakwah alias ikhwan, nih. hmm...

Selanjutnya, ia mulai bercerita tentang pengalamannya dan situasi yang telah ia lihat di lembaga dakwah kampusnya di salah satu PTN yang paling ngetop di Indonesia. Tentang kecenderungan ikhwan-ikhwan yang masuk golongan garis keras, untuk selanjutnya menikah hanya dengan akhwat-akhwat yang the best.

"The best disini semuanya. Cantik, sholehah, pinter. Bahkan kadang fisik mendapat prioritas utama di atas semuanya."
Tapi, bisik hatiku. Bukankah Rasulullah sendiri telah...?

"Memang," jawabnya cepat. Seolah bisa membaca pikiranku."Rasulullah mengisyaratkan kecenderungan laki-laki adalah pada 4 hal itu. Tapi, bukankah poin terakhir yang paling digaris bawahi oleh Rasulullah, yaitu agamanya?"

Lebih lanjut, ia mengatakan dengan nada keras. Bahwa para ikhwan itu, yang notebene pengetahuan agamanya (harusnya) lebih baik dari para 'laki-laki biasa' malah memilih calon istrinya berdasarkan kiteria fisik yang utama. Seolah-olah, diantara banyak akhwat yang tersedia, ikhwan itu menderetkannya dari yang tercantik hingga yang tidak, lalu memilih yang tercantik. bukan berdasarkan tingkat keshalehan dan ghirah keislamannya.

"Seolah-olah semua akhwat itu sama tingkatannya. Yang membuatnya lebih unggul hanya kecantikannya. Bahkan banyak akhwat yang hatinya terlanjur patah duluan saat mencintai seorang ikhwan, karena sadar bahwa ia tidaklah secantik bidadari."

Aku merenung saat mendengarnya. Memang banyak sekali sebelum ini, kudengar kisah tentang para akhwat-akhwat dengan semangat jihad yang tinggi, lalu menua dalam penantiannya menunggu jodoh karena fisiknya sedang-sedang saja. Sedangkan akhwat yang biasa-biasa saja dari segi pemahaman keislaman, semangat jihad, dsb, namun memiliki fisik ala putri salju, lebih mudah mendapatkan jodoh!

Masya Allah...

Aku mencoba berhusnudzon terhadap ikhwan-ikhwan itu.
"Mungkin," kataku saat itu."Bukan maksud mereka mendewakan fisik di atas segalanya. Hanya sebuah kewajaran, jika seorang laki-laki (siapa saja) mendambakan istri cantik penyejuk mata. Apalagi seorang ikhwan, yang dengan aktivitas dakwahnya yang berat mendambakan seorang bidadari saat pulang ke rumahnya."

Saudariku ini terdiam. Tapi lantas ia meneruskan dengan sebuah kisah, tentang seorang cowok playboy yang keren, kaya, pintar dan terlihat memiliki segalanya dari dunia.

"Pada akhirnya, ia memilih menikahi seorang perempuan yang shalehah, yang sangat sederhana dan berwajah "biasa saja". Ia ingin seorang yang bisa membimbingnya lebih dekat dengan Allah, dan mendambakan sebuah rumah tangga yang dihiasi keikhlasan dan pembelajaran. Ia ingin istri yang bisa mendampinginya untuk belajar bersama tentang hidup dan kemuliaan."

Lagi-lagi aku terdiam. Ingatanku melayang pada sebuah buku yang pernah kubaca (afwan, lupa judulnya). Dalam salah satu paragraf, disinggung mengenai keberadaan akhwat-akhwat sepuh, yaitu para aktivis dakwah yang Allah belum memperkenankan jodoh untuk mereka hingga di usia senja. kesabaran mereka, husnudzan mereka terhadap para ikhwan...

"Seharusnya, para ikhwan bisa lebih dari para laki-laki biasa itu." Ucap saudariku memutus lamunanku.

Yah, tapi bukankah ikhwan juga laki-laki biasa?
Mereka dapat khilaf, dapat sombong, dapat tersilaukan dengan dunia
Mereka bukan malaikat...

Dan pada akhirnya, sebuah kesimpulan. Seperti yang telah diucapkan saudariku yang cantik di awal kisah ini.

Ah, aku merasa tidak pantas menjudge ikhwan-ikhwan itu.
Sungguh! Aku sadar mereka juga manusia. Penuh khilaf.
Dan lebih tidak pantas lagi untuk bersuudzahan pada mereka
Mungkin mereka bukan menikah karena kecantikan, tapi Allah lah yang berkenan memberikan bidadari di dunia karena keikhlasan mereka dalam dakwah

Mungkin...
Mungkin...
Terlalu banyak mungkin...

"Ya Allah, jauhkanlah kami dari prasangka terhadap saudara kami..."