Kamis, 20 Mei 2010

Space


Spasi, ruang, jarak.

Mestinya, jika kita hidup di suatu tempat yang sama selama 20 tahun, kita kenal baik dengan segala elemen-elemen di tempat itu kan? Hingga bau tanah, struktur bebatuan, warna langit, dan orang-orang di sekelilingnya. Juga hal-hal indah seperti jenis belalang yang pindah dari satu pohon ke pohon lain, warna bunga kecil tak bernama yang bermekaran membentuk rumpun di pojok, hingga pak tua yang tiap hari lewat dengan sepeda ontelnya, menyenandungkan sekelebat salam.

Tapi, terkadang tidak selalu begitu. Juga tidak mesti begitu.

Seorang ayah hidup bersama anak perempuannya selama 20 tahun, dan dia kaget saat mendapati sebatang rokok dihisap oleh anak perempuannya itu.

Seorang ibu kaget saat mendapati keluarganya beku, sedang selama ini selalu hangat dan ceria.

Seorang kakak kaget saat mendapati adiknya mulai mengumpat.

Itu internal keluarga. Pernah kaget saat menyadari ilalang telah menguasai separuh perkarangan? Itu sisi yang lain. Atau kaget saat mendapati pohon mangga kesayangan telah dibeliti hama dan dicengkram benalu. Semua itu terjadi di area yang sangat dikenal, yang selalu dilewati, yang selalu diinjak tiap pagi. Atau bersama keluarga, yang telah hidup bersama puluhan tahun. Sehingga bahkan saat suara dengkur susul menyusul di malam hari, seorang ayah tahu yang mana suara dengkur istrinya, anaknya, bahkan saudaranya yang tinggal di rumah.

Tapi mendadak asing. Ada hal-hal baru yang terjadi begitu saja. Begitu disadari, hal-hal baru itu menjadikan semua berjarak.

Aku pernah menonton sebuah film. Sudah lama, hingga bahkan lupa judulnya. Film itu mengisahkan tentang sebuah keluarga yang menemukan sebuah mata air di bawah sebuah pohon tua. Mata air kecil itu, jika diminum dapat mengakibatkan hidup abadi. Keluarga itu tidak tahu dan meminumnya. Maka mulailah petualangan mereka dalam keabadian. Mereka harus berpindah-pindah tiap waktu tertentu, karena warga sekitar yang melihat mereka tidak sakit, menua, dan mati menganggap keluarga mereka penyihir. Mereka tidak mempan ditusuk, ditombak, ditembak, atau apapun. Tidak pernah sakit dan abadi.

Suatu hari, anak tertua keluarga itu berjumpa dengan seorang gadis, singkatnya, dia jatuh cinta pada gadis itu. Dan dia mengajak gadis itu meminum air keabadian. Agar mereka bersama selamanya, sebagaimana akhir utopia dongeng-dongeng sejenis.

And guess what?

Yah, akhirnya tidak penting.

Yang ingin kukatakan disini hanyalah, bahwa lelaki ini tidak merasa bahagia dengan keabadiannya. Dia menganggap keabadian itu adalah hukuman. Yang membuat begitu banyak hal hilang darinya. Dia merasa berjarak dengan kehidupan. Begitu banyak hal yang belum sempat dia amati tiba-tiba berlalu darinya.

Ya, itu dia. Karena keabadian.

Bagaimana dengan kita?

Seringkali, dengan waktu yang tersedia sehari 24 jam sehari, kita merasa semua tidak begitu berharga untuk dicermati. Ada target, ada ambisi, ada tujuan. Semua kesibukan itu sumpal menyumpal dalam 24 jam sehari, 7 hari dalam seminggu, dan 52 minggu dalam setahun. Semuanya sejalan dengan ambisi dan hasrat pencapaian kesuksesan dalam hidup.

Dan tebak?

Enam puluh tahun dari sekarang, kita akan berdiri dengan rambut yang mulai memutih, menatapi orang-orang yang telah tertinggalkan, rumah yang telah terbengkalai, saudara yang mulai asing. Semua yang dulu tidak diacuhkan karena mengejar target hidup, kini tidak lagi mengacuhkan kita.

Sibuk, tentu saja boleh. Mengejar target, terutama jika target itu syurga, tentu lebih boleh lagi. Tapi jangan hanya terbang. Cobalah juga berlari pelan. Atau terkadang berjalan. Cobalah melihat wajah orangtua kita yang kita lewati tiap pagi untuk sekedar menyapa sebelum berangkat kuliah atau kerja, mungkin beliau sakit. Cobalah bertanya kepada adik atau keponakan kita, bagaimana sekolahnya. Cobalah mengintip isi laci, mungkin ada banyak benda-benda yang miskin manfaat bagi kita, banyak bagi orang lain. Cobalah sekedar menyapa tetangga saat ia membuka pintu pagar. Cobalah untuk tidak sekedar mengisi kajian, tapi luangkan waktu untuk mendengar keluh kesah adik-adik pengajian.

Cobalah.Try, try, and try.

Teman yang duduk di sampingmu dalam bus. Siapa yang tahu apa yang dia pikirkan? Mungkin saat itu ia berpikir untuk mengakhiri hidupnya. Tapi satu sapaan hangat, dan memberinya ‘pinjaman’ kehidupan yang benar-benar berharga.

Baca buku, tapi angkat juga wajahmu dari buku itu dan lihat keluar jendela. Bagaimana warna langit hari ini? Bunga apa yang tumbuh di luar sana? Coba lihat ke langit-langit kamar, mungkin ada inspirasi berselipan di rumah laba-laba itu.

Belajarlah melihat dan mendengar.

Belajar peka terhadap kehidupan.

Terutama, belajar lebih manusiawi.

Jangan biarkan begitu banyak spasi tercipta dalam hidupmu.


Rabu, 19 Mei 2010

Berpikir (Sangat) Rumit


"Seandainya saya diberi kesempatan untuk hidup sekali lagi, saya tidak akan memilih jadi dokter."


Kata-kata itu terus terngiang-ngiang sejak aku mengikuti Training Resource Development (TRD) CIMSA Unsyiah. Kata-kata itu bukan aku yang mengatakan,melainkan dokter Syafrizal yang memberi materi tentang "Be An Extraordinary Medical Student"

Aku tidak menyadari kalau aku sedang berjalan untuk menjadi dokter. Mungkin itu masalahku.
Aku waktu SMA dulu hanya berpikir ttng dunia sewaktu usiaku 30: berada di Palestina atau afghanistan, melempar batu dan mengelak dari rudal israel. tanpa pernah berpikir bagaimana aku sampai kesana?

Lalu bagaimana aku bisa di kedokteran????
Jawabannya: Takdir.

Sederhana, tapi memuaskan. apapun alasannya, itu adalah takdir. Dulu, aku menerima takdir ini dengan rasa kecewa. Aku berharap menjalani hidupku di tempat lain. Filsafat mungkin. Atau perbandingan agama. Atau debat sastra di sastra Indonesia. Interest itu banyak, sayangnya kedokteran bukan salah satunya.

Alasan yang logis dan sederhana, bahwa itu takdir, membuatku berhenti protes.
Lalu, aku berpikir:

apakah artinya menyelamatkan nyawa manusia?
apakah aku bisa menjalani hidupku dengan tetap memegang nilai2 yang kuyakini sepanjang hidupku dengan profesiku nanti?

Sebagai seorang penulis amatir, aku sering berkhayal saat menjadi dokter kelak. Seperti kengerian saat melihat pasien yang kutangani meninggal. Mula-mula sedih, merenung, menyesal... lalu saat pasien kedua,ketiga,...hingga ke 100 meninggal. Bagaimana aku akan memandangnya?
Apa lalu aku akan memandang mereka dengan hampa, seperti seonggok benda mati?
Kematian yang terlalu sering disaksikan, hingga jadi biasa dan tak berkesan, tidak ada lagi muhasabah yang mengiringinya. Yang ada hanya rutinitas, "Yah, mati. berarti harus siap2 dimarahin keluarganya nih."
Begitukah???

Entahlah
Mungkin, berpikir serumit ini adalah keahlianku.
Padahal sebenarnya tidak perlu dibebani dengan beban tambahan seperti ini, bebanku sudah banyak.

Beban: anatomi,proposal,ujian traumatologi,dsb,dst,etc

*Sigh

Bersyukur banyak-banyak
Hidup bermanfaat bagi orang lain
Hidup mulia mati syahid
Allah selalu di hati

Itu saja...

Bismillah... menata langkah baru

Rabu, 12 Mei 2010

Allah, kami mencintaiMu...

Allah, kami mencintaiMu
tapi hafalan Al-Qur'an kami masih sedikit
kami hafal sepotong dan lupa 10 potong

Allah, kami sangat amat mencintaiMu
tapi iman kami naik turun
naik sedikit dan turun banyak

Allah, kami sungguh mencintaiMu
tapi shalat malam kami lupa
sedekah dgn uang terkecil di saku
puasa enggan,makan pesta
kebaikan jarang,maksiat girang

Allah,kami amat sangat mencintaiMu
hingga kami letih rasanya
tapi mengapa begini?
mengapa kami tidak bisa mencintaiMu seperti para salafusshalihin?
mengapa kami lemah seperti sehelai daun di ujung tangkai?
mengapa kami bagai buih?

Allah, cinta ini untukMu
itu selalu kami ucapkan
tapi apa itu benar-benar cinta?
atau itu hanya lip service semata?

Allah,bantu kami mengerti tentang cinta kepadaMu
jadikan kami sebagai orang-orang yang dekat denganMu
hanya kepadaMu,Allah...kami berharap.

*semangat saudariku, jika kita berusaha, Allah akan senantiasa menolong!!! Man jadda wa jada!Allahu Akbar!

Minggu, 09 Mei 2010

Pelajaran tentang Ikhwan

Hari ini,mari kita bicara tentang ikhwan!
Nah, apakah ikhwan itu?
untuk penjelasan bagi yang belum tahu, ikhwan adalah kata jama' dari akhun yang artinya saudara laki2 dalam bahasa Arab.
Nah, jadi spesifiknya dalam tulisan ini, ikhwan yang dimaksud adalah aktivis mushalla atau yang bergerak dalam dakwah.
Lho?mungkin ada yang bertanya-tanya. Kenapa harus gitu?
jawabannya adalah: suka-suka aku. karena ini blog aku jadi ya suka-suka pemilik blog mau buat apa. Hehehe... ada yang protes lagi?

*Silence...

Baiklah, kita lanjutkan.
Pembahasan hari ini tidak akan membahas tentang ikhwan saja karena itu sangatlah membosankan. Jadi kita akan membahas lebih spesifik tentang ikhwan-ikhwan ANEH!!!

Kenapa disebut aneh???
Nah, jadi makhluk-makhluk yang sering digelari ikhwan ini biasanya terkenal dengan sikap cool dan penampilan standar yang klise. Tahu cerpen "Ketika Mas Gagah Pergi" tulisan HTR? Prototipenya kira-kira seperti itu. Nyaris flat, kecuali untuk beberapa yang unik, bukan aneh.
Prototipe standar: tinggi 170-180 cm, berjenggot, mata elang, tegap,pembawaan rapi,kuliah di teknik (dan lain2), kalau bicara tegas dan berwibawa. dan hanya berbicara yang penting-penting aja.

Baiklah, itu standar kita.
Dan beberapa ikhwan dalam standar itu melakukan hal-hal yang luar biasaa, baik dalam dakwah dan dalam kehidupan. Lalu, apa mereka bukan manusia?
Yup, mereka manusia. terutama dalam melakukan hal-hal aneh.
Dan apakah itu?
Cekidot!!!

Kasus I

Di sebuah mushalla univ X fakultas Z, diadakan kegiatan gotong royong (goro) rutin. acara sudah berlangsung cukup lama. semua peserta goro bekerja dengan penuh semangat dan keringat bercucuran. Karena itu, seorang akhwat ingin membuatkan minum untuk semua peserta goro. Sirup ada, air tinggal ambil. nah, apa lagi? O iya, kurang es batu. maka akhwat ini mendekati hijab yang membatasi tempat akhwat dan ikhwan.

"Assalamu'alaikum"
"Wa'alaikum salam" sebuah suara yang tegas menyahut. Oh, ikhwan S, pikir si akhwat itu.
"Boleh ana minta tolong?" akhwat itu bertanya.
"Ya, apa?"
"Tolong beli es batu."
Diam sejenak, si akhwat menunggu jawaban.
"Apa itu es batu?" tanya si ikhwan tak terduga dari balik hijab.
Diam.
"Oke, dimana bisa belinya?" si ikhwan kembali bertanya
Akhwatnya diam lagi.
"Oke, mana uangnya?"
si akhwat menyodorkan uang, mangkel.
Benar-benar gak penting.Masa antum gak tau es batu itu apaaaa???

Kasus II

Seorang ikhwan lagi, dengan streotipe Mas Gagah banget. Sayangnya, gak kuliah di teknik sipil. Berwibawa,cerdas, dan pastinya buat anak-anak bandel segan dan takut banget ngobrol sama dia.
Lalu, tersebutlah 2 anak bandel tiba-tiba punya urusan pentng dengan si ikhwan. Dengan mengerahkan segenap daya dan upaya, 2 anak ini dengan takut-takut menemui si ikhwan. Pertemuan berlangsung damai, hal-hal yang ingin ditanyakan clear dan terjawab oleh si ikhwan. Dan 2 anak bandel dodol ini masih ketakutan setengah mati.
"Moga kita jarang2 ketemu sama dia ya,"Bisik anak bandel I
"Iya ya" jawab anak bandel II
Tapi rupanya di kemudian hari, 2 anak bandel ini semakin sering ketemu dengan si ikhwan. Dan mereka semakin segan dan berhati-hati. Tiap kalimat dalam SMS diperhitungkan dengan seksama.
"Eh, perlu pake hehehhe gak?" Anak Bandel I
"Aduh,jangan. Takuuut." Anak Bandel II melarang.
maka demikianlah keseharian mereka. Hal-hal yang berhubungan dengan si ikhwan dijaga ketat. Syar'i, syar'i,syar'i.
Lalu,apa yang bisa dikata saat mereka menemukan tulisan si ikhwan di dunia maya yang sangat dodol sekali?
Bayangkan, misalkan tulisan seperti ini,

"Ya, pelajaran moralnya, untuk mencegah agar rambut tidak keriting saat difoto, luruskan rambut dengan menggunakan panggangan listrik!"

Anak Bandel I dan II terperangah.
"Eh, sms berikutnya pake hehehehe gak?"
"Aduh, jangan. Tetap takuuut."
maka keseharian mereka tetap begitu, meski fakta telah diketahui.

Kasus III

Rapat sebuah divisi di Rohis kampus M akan segera berlangsung. Tapi yang datang baru sedikit.
"Akhwatnya siapa aja yg udah datang?" tanya ikhwan Andi (nama disamarkan) dibalik hijab.
"Enam orang." jawab akhwatnya sambil merinci siapa2 saja yang sudah hadir."Ikhwannya sudah berapa orang?"
"Tiga." jawab ikhwan Andi."Ana sendiri, bang Bedi,dan seorang lagi tadi permisi."
"Bang Bedi?" tanya akhwatnya bingung."Yang mana?"
"Bang Andi Bedi" jawab ikhwan itu.Ya, nama ikhwan itu memang Andi Bedi (bingung gak bacanya?hehehe)
Diam.
Ketawa garing.
Benar-benar kacau.

Nah, singkatnya, apa hikmah dari cerita ini???
Lesson: ikhwan juga manusia

Sabtu, 08 Mei 2010

Hidup berserta Pilihan-pilihan

di hutan kulihat ada dua jalan yang terbentang,
lalu kupilih jalan yang JARANG dilalui orang...
dan ternyata
itulah yang membuat segalanya berbeda
(Robert Frost - The Road not Taken)


Mau hidup enak?
hehehe...seperti iklan di TV

Mau hidup enak? Mau banyak yang naksir? Mau jadi orang kaya/beken/keren/jenius???

Pake produk ini!!! Makan mie ini, minum jus ini, telan sampho itu!
hehehehe..... yang terakhir yang enggak.

yang ingin kukatakan hanyalah, tiap manusia selalu memilih jalan yang mulus. Jalan yang menyenangkan dan menenangkan. Gradien 0.


Hampir semua manusia.

Sekarang, ijinkan aku mengenang satu manusia yang memiliki hampir segala-galanya di muka bumi ini. Cerdas, tampan, pnya istri yang cantik dan lembut, pnya anak-anak yang manis, kaya, nama baik di lingkungannya. Pendeknya... Semua.

Lalu dia memilih jalan yang berbeda.
Hingga ia kehilangan semua. Dia dihina dan dicaci dari segala penjuru, orang-orang tidak melewatkan kesempatan menyakitinya, dari melempar kerikil hingga kotoran saat ia lewat, kekayaannnya habis, semua hilang. Lalu, laki-laki ini kehilangan segala-galanya yang dia miliki di dunia ini. hanya demi satu hal, satu kalimat mulia yang diusungnya: Laa ilaha illallah...

Kenapa?

Kenapa ia memilih menempuh jalan itu???

Dulu aku juga tidak mengerti, mengapa ada orang yang ingin memilih jalan itu.

Sama seperti saat aku tidak mengerti mengapa Sayid Quthb memilih syahid di tiang gantungan, sedang dulu dia hidup bermewah-mewah di Amerika sebagai seorang cendikiawan. Sama seperti aku tidak mengerti mengapa Yahya Ayyash memilih diledakkan dengan bom yang dipasang pada handphonenya ketimbang menjual kecerdasannya merakit bom hanya dari bahan2 apotik ke pihak Yahudi dan hidup senang. Aku juga tidak mengerti mengapa Ayat Al-Akhras memilih kematian ketimbang pernikahannya yang akan dilangsungkan besok.

Mengapa?? Tak henti-hentinya aku bertanya. Mengapa ada orng yang ingin melewati jalan itu dan memilih keterasingan dan ketidaknyamanan? Bahkan semua nama-nama di atas berada pada jalan laki-laki yang kusebutkan tadi. Jalan Ilahiyah...

*Sigh

Siapakah lelaki itu? Dialah lelaki cahaya, yang mengorbankan seluruh hidupnya, kenyamanannya pada satu titik. Titik perjuangan, titik kebenaran, merelakan seluruh daya dan waktunya demi tegaknya Islam di muka bumi. Padahal, saat amanah itu datang, bisa saja dia memilih berkata, "Ya Allah, aku tidak sanggup!!! Aku ingin hidup yang nyaman!!" Masihkah perlu kusebut? Laki-laki yang sangat mulia itu, manusia pilihan, Nabi junjungan alam...

Muhammad...

Ya, Nabi Muhammad saw... Ayah teladan,suami terbaik,panglima gagah perkasa, Nabi dan Rasul penutup para Nabi-nabi, guru bagi para mujahid, kakek yang humoris bagi cucu-cucunya...

Yang telah menjadi inspirasi tentang hakikat perjuangan, bagaimana suatu zona aman bukanlah bagian dari perjuangan itu. Sudahkah aku mengerti alasan mengapa Rasulullah dan orang-orang itu memilih jalan yang terjal ini??? memang belum sepenuhnya, tapi sedikit-sedikit aku mulai mengerti. Satu tujuan yang jauh lebih sempurna dan lebih baik dari pilihan-pilihan yang terlihat

*Sigh

Hamasah!!!


*for all ukhti... we can pass this way together. i'm with you, you are with me, and Allah will with we all, Insya Allah:)

Minggu, 02 Mei 2010

Negeri Para Bedebah

oleh: Adhie M Massardi

Ada satu negeri yang dihuni para bedebah
Lautnya pernah dibelah tongkat Musa
Nuh meninggalkan daratannya karena direndam bah
Dari langit burung-burung kondor
menjatuhkan bebatuan menyala-nyala

Tahukah kamu ciri-ciri negeri para bedebah?
Itulah negeri yang para pemimpinnya hidup mewah
Tapi rakyatnya makan dari mengais sampah
Atau menjadi kuli di negeri orang
Yang upahnya serapah dan bogem mentah

Di negeri para bedebah
Orang baik dan bersih dianggap salah
Dipenjarakan hanya karena sering ketemu wartawan
Menipu rakyat dengan pemilu menjadi lumrah
Karena hanya penguasa yang boleh marah
Sedangkan rakyatnya hanya bisa pasrah

Maka bila negerimu dikuasai para bedebah
Jangan tergesa-gesa mengadu kepada Allah
Karena Tuhan tak akan mengubah suatu kaum
Kecuali kaum itu sendiri mengubahnya

Maka bila melihat negeri dikuasai para bedebah
Usirlah mereka dengan revolusi
Bila tak mampu dengan revolusi, dengan demonstrasi
Bila tak mampu dengan demonstrasi, dengan diskusi
Tapi itulah selemah-lemahnya iman perjuangan !

*sudah lama aku mencari-cari puisi ini.Dan akhirnya menemukannya.

Seberapa berani kita kawan??? masihkah kita diam tanpa suara dan membisu dengan bahasa kalbu belaka??? Sehingga kita ikut dalam barisan para korban bedebah-bedebah berperut buncit dengan kantung menggelembung