Selasa, 10 Juni 2008

Saat BAtu Tidak Enggan tuk berbicara


"Umat ini tidak akan pernah memiliki kemuliaan dan meraih kemenangan kecuali dengan Islam. Tanpa Islam tidak pernah ada kemenangan. Kita selamanya akan selalu berada dalam kemunduran sampai ada sekelompok orang dari umat ini yang siap menerima panji kepemmpinan yang berpegang teguh kepada Islam, baik sebagai aturan, prilaku, pergerakan, pengetahuan, maupun jihad. Inilah satu-satunya jalan. Pilih Allah atau binasa!"

Siapakah mujahid yang begitu garang dalam mengobarkan semangat dakwah dan jihad seperti itu?

Ialah sang syuhada. Syaikh Ahmad Yassin (semoga Allah merahmatinya).

Ijinkan saya bercerita sedikit tentang beliau. tidak ada mata yang tidak gerimis saat mengenangnya. Dengan fisiknya yang lemah, kakinya yang lumpuh, dan sebelah mata yang terancam kebutaan, Allah telah memilihnya. sebagai pejuang agamaNya.

Ia adalah masa lalu, masa kini, dan masa depan Palestina. Ialah sang mujahid yang menjadikan tiap batu dan debu di PAlestina dapat berbicara, dan menjadi kekuatan yang dapat melumat tiap tank dan peluru tentara Israel.

Syeikh Ahmad Yasin adalah penjelmaan sadar atas ayat Qs. 9;91-92. Kaum lemah seperti bayi, anak-anak, perempuan, para jompo terbebaskan dari kewajiban bertempur di jalan Allah. Tetapi mereka sama sekali tak terbebaskan dari
‘bertulus hati mencintai, menaati dan mengutamakan Allah dan Rasul-Nya serta berazam untuk membela-Nya kapan saja hal itu dimungkinkan. Adakah kejujuran yang melebihi kesedihan mereka yang datang menyerahkan jiwa raga ke jalan Allah tanpa mampu melengkapi diri dengan keperluan bertempur, lalu “…. Engkau (hanya dapat) mengatakan kepada mereka: ‘Aku tak mendapatkan (biaya membeli kendaraan untuk) mengangkut kalian. Mereka-pun berlalu dengan genangan air mata karena sangat berduka“ (Qs. 9:92).


‘Ia adalah nama generic’, tulis seseorang di sebuah situs internet. Saya setuju itu, karena memang sebelum dan sesudahnya akan tetap ada ikon-ikon kejujuran, pengorbanan dan harga diri yang terus hidup, bahkan sesudah roket-roket menghancurkan jasad mereka. Berpuluh tahun kematian enggan menjemputnya, sampai pada usia sesenja ini, ijabah atas kerinduan syahidnya terbukti. Ia bagaikan Umar bin Khattab yang di bulan wafatnya dan di saat tikaman melumpuhkannya berdoa, "Ya ALLAH, telah tua usiaku, semakin melemah tanagaku. Maka karuniakan daku syahid di Jalan-Mu dan jadikan syahid itu di negeri Nabi-Mu."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar