Hujan, rasa apakah yang larut dalam tiap nadanya?
Keindahan...
Sedikit sunyi, mungkin juga hening, tapi satu kata mewakili segalanya
Bening...
Adakah rasa besinya darah
Dan asinnya air laut yang menghitam di ujung kota, saat bening menerpa?
Juga suara senapan yang mengiringi tidur anak-anak di masa silam, mungkin di masa depan belum sirna
Saat-saat indah itu mengatakan bahwa Tuhan belum tidur di bumi Aceh
Juga dimanapun ada udara bergerak
Di langit, di bumi, tak terbatas
Aku tahu bahwa Ia mendengar semua jeritan dan cabikan luka
Dan Ia, akan selalu hidup dalam tiap hujan yang berlalu
*Puisi ini dibuat untuk mengenang (hampir) 4 tahun tsunami, dan 3 tahun perjanjian damai.
Aceh telah (hampir) damai, moga untuk selamanya.