Muslim garis keras?
Entahlah, baru beberapa hari ini kata itu mampir ke telingaku. terasa sebagai tema yang menarik untuk diperbincangkan.
"Terus kenapa?" tanyaku.
"Maksudnya: munafik." jawab temanku itu kalem.
Aahh???
Masya Allah...
Kok bisa gitu?
kejarku.
Percakapan berlanjut. Temanku lantas menceritakan tentang sesosok ikhwan yang begitu tinggi ghirah keislamannya, lalu lantas menjadi begitu munafik saat mengambil sikap antara amanah yang telah ia emban dan terima dengan beasiswa untuk kuliah ke luar negeri. hingga akhirnya ia memilih yang kedua dan mengkhianati amanah teman2 nya. Meski nama ikhwan tersebut sengaja tidak disebutkan oleh temanku ini, hatiku jeri juga mendengarnya.
Memang, temanku ini termasuk muslim yang moderat. Dalam arti, ia bukan seorang aktivis dakwah.meski begitu, ia termasuk pro dakwah. hingga ucapannya itu cukup mengagetkan juga. meski aku tidak setuju dengan pelabelannya yang terkesan agak semena2. Tapi ucapannya itu patut menimbulkan perenungan.
Apakah lantas karena sikap seorang ikhwan antah berantah itu maka seorang muslim yang begitu tinggi ghirah keislamannya hingga dilabeli cap garis keras harus lantas berlabel munafik?
Ahh... entahlah.
Sampai kapan cahaya islam harus selalu tertutup oleh bayang2 kelam penganutnya?
Sampai kapan islam dan muslim harus terpisahkan jaraknya?
Sungguh, tanpa bermaksud menghakimi ikhwan yang kata temanku tadi cukup terkenal sebagai aktivis dakwah garis keras yang selalu frontal dalam memojokkan kebatilan, apakah pantas meninggalkan dakwah demi keuntungan pribadi semata?
Think it!
Sabtu, 27 September 2008
Rabu, 03 September 2008
BUKU BUKA BUKU, Sampah Peradaban
Adakah keindahan saat hati tidak sejalan dengan otak?
Saat membaca aneka buku "margasatwa" seperti Saman, Larung... otak serasa begitu mendidih dengan aneka rasa nano-nano. Keliaran, jijik, sebel, muak, marah, dll menjadi satu. tumplek blek.
Masya Allah...
Sebenarnya bagi saya, buku adalah pencerah, pengusung peradaban umat. Buku bukan sekedar bacaan ringan saat otak dan otot sudah penat dengan pekerjaan sehari-hari. Buku punya makna yang lebih dari itu. Bahkan buku juga bukan sekedar pemuas fantasi saat masa pubertas dan post-nya terlewati.Jelas bukan! Buku tidak punya arti serendah itu. Yang punya makna serendah itu bukan buku. Hanya kertas bungkus pisang goreng yang dicetak di percetakan, cuma itu.
Karenanya, saya bangga dibilang kutu... eh, PREDATOR BUKU. BANGGA, BANGGAAAA!!!
Saat membaca aneka buku "margasatwa" seperti Saman, Larung... otak serasa begitu mendidih dengan aneka rasa nano-nano. Keliaran, jijik, sebel, muak, marah, dll menjadi satu. tumplek blek.
Masya Allah...
Sebenarnya bagi saya, buku adalah pencerah, pengusung peradaban umat. Buku bukan sekedar bacaan ringan saat otak dan otot sudah penat dengan pekerjaan sehari-hari. Buku punya makna yang lebih dari itu. Bahkan buku juga bukan sekedar pemuas fantasi saat masa pubertas dan post-nya terlewati.Jelas bukan! Buku tidak punya arti serendah itu. Yang punya makna serendah itu bukan buku. Hanya kertas bungkus pisang goreng yang dicetak di percetakan, cuma itu.
Karenanya, saya bangga dibilang kutu... eh, PREDATOR BUKU. BANGGA, BANGGAAAA!!!
Langganan:
Postingan (Atom)