Minggu, 20 Desember 2009

Tentang Kesedihan dan Kehilangan

Saya telah dewasa

tiba-tiba saya melihat cermin dan tidak lagi menemui sosok anak usia 8 tahun yang sering tersenyum malu-malu dengan gigi jarang itu, melainkan sesosok manusia dengan wajah kusut dan kantung hitam di bawah mata

apa yang telah saya lakukan selama 20 tahun hidup ini? saya tak urung bertanya-tanya

sedikit, mungkin

sangat sedikit

betapa banyak kesempatan bagus untuk berbuat, untuk berprestasi, yang saya lewatkan begitu saja. begitu banyak peluang untuk menjadi manusia yang lebih saya campakkan begitu saja.

dan anehnya, di satu sisi saya melihat begitu banyak kebodohan yang saya lakukan. emosi yang diumbar tidak pada tempatnya, space untuk memikirkan dan melakukan hal-hal bodoh yang begitu lebar, dan bahkan manusia yang terlewatkan begitu saja.

Yah, meniru salah satu judul lagu, Yang Terlewatkan.

***

saya pernah pnya sahabat.

mungkin saya memakai kata pernah, ketimbang tanpa kata "pernah"

sebab saya ragu apakah kami masih bersahabat hingga kini. meski ketika saya bertemu dengan dia di suatu waktu, dengan latar belakang keriuhan, dan bertanya, "Kita masih bersahabat kan?"

Dia menjawab dengan senyum, "Yah, mungkin."

Jadi saya putuskan untuk tidak memaksa melabelkan bahwa kami sahabat lagi.

saya tercenung menatapnya.

Dia pernah menjadi sahabat terdekat saya. sangat dekat. dia mengenal tentang diri saya seperti membaca buku yang terbuka, dia masuk dalam kamar saya, yang dulunya adalah akses paling pribadi dalam hidup saya,. dia memiliki segala sesuatu tentang diri saya, dan dekat dengan keluarga saya.

apa lagi yang kurang?

tidak ada

kami satu pemikiran, satu visi, satu jalan. kami cocok seperti dua pasangan puzzle. saya menjadi puzzle di pojokan, dan dia yang di tengah dan menjadi pusat dari segalanya.

tapi semua tidak masalah.

lalu ada kekecewaan, kesibukan, orang-orang baru. semua berjalan. ada waktu, kebersamaan yang terlewatkan.�

hingga semuanya buyar, dan saya mencoba menghindar. kami telah menempuh satu jalan begitu lama, mengapa sekarang harus berpisah?

dan disinilah kami saat itu, menatap jalan-jalan yang bercabang di kanan, kiri, depan, gradien 1, 2, 3,... dan dia menatap ke suatu jalan,"Aku ke sini."

saya menatapnya, tidak yakin kali ini akan mengikutinya. saya selalu mengikutinya seumur hidup, tapi kali ini, aku tidak yakin."aku,... tidak ikut."

"Terserah." Lalu dia pergi.

Saya terdiam lama di persimpangan itu, hingga saya memilih jalan yang lain. dan memutuskan untuk menyerah.

mungkin kami masih bersahabat, hati saya berbisik.

mungkin kami akan berjumpa di persimpangan berikutnya.

tapi di persimpangan berikutnya dia tidak ada. dan terus, terus,,, dia tidak ada di persimpangan manapun.

Dan kini, saya hanya merasai sesak tiap mengingatnya. mungkin satu janji itu masih ada, dia masih mengingatnya hingga kini.

"Bersemangatlah! Janji ya, kita adalah teman di surga!"

dan bahkan dalam mimpi saya berharap dia masih mengingatnya. Hingga kami, bisa berjumpa di persimpangan berikutnya.meski bahkan saya tidak yakin bahwa jalan yang saya tempuh adalah yang terbaik. tapi setidaknya, kami bisa kembali memilih jalan bersama.

Mungkin...

*saat benar2 berpikir untuk menyerah

*gambar dari: http://images.quickblogcast.com/3/5/0/7/8/197822-187053/woods.jpg

Selasa, 15 Desember 2009

Ilham untuk Memilih

mungkin tidak,kita selalu benar?

mungkin tidak, kita selalu mendapatkan apapun yang kita inginkan?

dan mungkin tidak, kita selalu lurus selurus-lurusnya di jalanNya, dan tidak pernah sedikitpun menoleh pada kegelapan sekeliling?

untuk pertanyaan pertama, TIDAK MUNGKIN

pertanyaan kedua, saya ingin menjawab, juga TIDAK MUNGKIN

pertanyaan ketiga, saya tidak berani menjawab apapun, selain dengan kemungkinan2, sebab Allah menciptakan dua jalan; jalan fujur dan taqwa

dan manusia diberi ilham untuk memilih diantara dua jalan itu

Saya pernah memiliki,.. Katakanlah, seorang teman, yang sangat tidak perduli masalah agama. Baginya, agama hanya formalitas, pengisi kolom di KTP, dan cara agar dia dapat menjadi bagian dari masyarakat Aceh yang religius.

Dia hanya shalat saat orangtuanya mengomel, puasa Ramadhan saat di sekolah, karena memang tidak ada makanan, dan shalat Jumat saat ada yang mengajak.

hingga suatu hari dia berkata,"Aku ingin jadi manusia yang bisa memiliki sesuatu yang bisa kubawa ke akhirat."

Kami semua terdiam, takjub.

Dan apakah itu?

Dia yang terdiam, lalu menjawab pelan."Bermanfaat bagi orang lain."

Sigh,...

Berhakkah kita menghakimi?

moga Allah menaunginya dengan hidayah, hingga kelak ia kembali ke dalam Islam dengan kaffah.

Suatu saat nanti.

Amin...

Gambar dari: http://blogs.suntimes.com/scanners/light.jpg

Jumat, 11 Desember 2009

Postingan terpendek: BLUES

Entah kenapa, perasaanku akhir-akhir ini rada blues

kebanyakan dosa ya, sehingga sulit mengendalikan perasaan

Akhirnya, aku berharap Allah memberi kita cahayaNya, selalu

Minggu, 22 November 2009

terhubung dengannya

Terkadang, aku menatap langit, dan bertanya-tanya: sedang apa ia sekarang? Dimana ia berada sekarang? dan apa yang dilakukannya?

Aku ingin bertanya pada rumput: rumput, dapatkah kau mengabarkan pada angin salam kerinduanku padanya?

Rumput meliuk, mengerti dan berkabar dengan angin.

Aku menyapa burung merpati yang hinggap di atas genting rumahku: burung, dapatkah kau terbang ke tempat dimana ia berada? lihat apakah ia baik-baik saja.

Merpati itu terbang, memenuhi permintaanku.

Lama aku menunggu, hingga seekor kucing lewat: kucing, sejauh mana kau sanggup menggembara? tolong temani ia saat rasa sepi menyergapnya dan menjadikannya jatuh.

kucing itu berlalu dengan lenggang santai, menjawab pesanku.

Aku menunggu rumput, merpati, dan kucing itu kembali dengan pesanku. Lama, tapi mereka tidak kembali.

Ah... aku kecewa, putus asa. Rindu ini, kenapa tidak terbalas?

Hingga angin dan udara malam menerpa, tidak ada yang datang membalas salam rinduku. Aku kecewa, dan sangat terusik. Kemana mereka? Kenapa dia tidak menjawab? aku rindu... Rindu... Tidak adakah pembawa pesan yang lebih baik?

Telepon, SMS, itu semua tidak lebih baik dari menitipkan pesan pada alam. Sebab aku kehilangan rasa percaya pada benda-benda usang itu, terlalu lama...

Angin menerpa lebih kencang, lalu dalam kegelapan, aku melihat mereka: merpati, rumput, dan kucing.

Kalian! panggilku. apa jawaban dari salam-salamku?

Serentak, mereka bertiga menjawab, kami tidak sanggup menyampaikan pesanmu, kami tidak dapat mencapainya.

Kenapa? tanyaku putus asa.

kami tidak sanggup. Ia terlalu jauh.

lagi-lagi hening membuatku putus asa. Lalu apa yang harus kulakukan? aku hampir menjerit.

Sudahkah kau meminta pada TUHAN untuk mengirimkan pesanmu? tiba-tiba pohon yang sedari tadi diam berkata.

aku tercekat. Tuhan?

Mereka sudah berusaha tapi tidak mampu. semua SMS, telepon, maupun dirimu tidak dapat mencapainya.Jika Tuhan tidak bisa, maka siapa lagi yang bisa?

Aku terpana, Tuhan?

"Mintalah padaKu, niscaya akan kuperkenankan..." KalimatNya terngiang.

Aku menengadahkan tangan, seperti pengemis meminta pada dermawan, memohon agar aku dan dia terhubung, selalu, selamanya... Kali ini aku percaya salamku sampai, rinduku menyentuhnya, dan cintaku tidak hampa... Sebab Tuhan tidak mungkin salah.

Dan bahkan dalam mimpi, aku melihat satu hal: kami terhubung...

Alhamdulilllah...

Gambar dari: http://www.mentalhelp.net/images/root/connected1_id145844_jpg_.jpg

Senin, 16 November 2009

Seek for the Truth: No End

Sebenarnya, aku paling tidak suka menuliskan hal-hal yang pribadi di blog. kenapa? Yah, karena hal-hal pribadi tentang aku, tidak ada yang penting untuk orang ketahui.�
aku yang senang bertualang, tidak ingin didikte, mencari kebenaran dengan caraku sendiri... untuk apa orang lain tahu?�

tapi entahlah, yang jelas aku kali ini, ingin berbagi lagi tentang topik yang sama: kebenaran.

Sudah belasan kali aku menulis tentang kebenaran di blog ini:pencarian, orang-orang yang mencarinya, cara mencarinya, dll. tapi kali ini sedikit berbeda. aku ingin berbagi tentang pencarianku akan kebenaran itu sendiri. yah, cerita yang agak sensitif.

Oke, jadi aku adalah aku. waktu kecil aku adalah anak yang selalu duduk di depan TV, penasaran dengan dunia yang aku lihat. rasanya begitu banyak yang ingin kuketahui, begitu banyak yang belum kukenal. aku ingin bertanya, aku ingin tahu.�

sayangnya, orangtuaku sewaktu kecil bukan orangtua yang ramah. tidak punya cukup waktu dan serba sibuk. aku ingin bertanya, tapi mereka tidak punya waktu untuk mendengar. karena ada daftar panjang kebutuhan rumah tangga yang harus dipenuhi: makanan, uang susu, listrik, bensin, dll. jadi aku bungkam dan hanya sekali-kali mendengar jawaban dari pertanyaanku. satu sisi positifnya adalah aku jadi terbiasa untuk tidak menerima, tapi mencari.

Besar sedikit, saat aku sudah dapat membaca, aku mulai melalap buku-buku yang tersedia di rumah. sebagian isinya tidak kumengerti; junal kedokteran yang rumit, koran yang mengerikan dengan ilustrasi berdarah,.. ayahku hanya sekali-kali membelikanku buku,meski aku meminta berkali-kali. sehingga aku terpaksa mengulang-ngulang satu buku bergambar yang sangat cepat habis dibaca hingga buku baru dibeli. saat aku mengorek-ngorek buku koleksi ibuku saat aku benar-benar haus akan bacaan: aku menemukan satu majalah: Annida (Annida adalah majalah islami yang sarat dengan nilai-nilai sastra. isinya kebanyakan cerpen dibanding dng konten lainnya). saat itu aku tidak mengerti apa itu. aku hanya ingin membaca, dan aku suka cerita. maka aku membaca.

Dan rupanya Annida itu sangat menarik! aku jd keranjingan membaca Annida itu, setiap datang yang baru, berebut aku dan kakakku membaca. meski Annida itu bukan majalah bersegmen anak, tapi ibuku membiarkan saja. karena toh, tidak mungkin ada konten berbahaya yang dikandung majalah bercorak islam. apalagi saat itu Annida belum seterbuka sekarang. benar-benar membumi, nilai islamnya kuat dan murni.�

Nah, dari situlah aku tahu beberapa nilai dasar; tentang jilbab, haramnya pacaran... hal-hal dasar yang dikemudian hari menjadi sangat bermanfaat. dulunya, aku tidak tahu pacaran itu haram, di TV toh kita setiap saat disuguhi adegan pacaran, cinta, dll. tapi dari Annida, aku tahu sehingga stigma yang telah terbentuk dari kecil itu melekat dengan kuat hingga dewasa. akibatnya jelas, aku dan kakakku tidak pernah sekalipun pacaran maupun tertarik untuk pacaran.�

Demikian juga masalah jilbab, dari Annidalah kami tahu dan tertarik akan jilbab. sehingga saat kami mulai baligh, kami langsung memakai jilbab permanen dan tidak dilepas lagi sekalipun, bahkan sekedar untuk keluar perkarangan rumah.dari Annida juga kami tahu jilbab yang benar itu seperti apa, dll. sehingga saat kami memakai jilbab, kami langsung memakai jilbab jadi, meski tidak panjang tapi lebar menutup dada. plus baju kurung yang longgar dan rok panjang tanpa belahan. semua terjadi alami tanpa perintah ortu. bahkan ibuku tertarik mempelajari Islam lebih jauh setelah kami disiplin berjilbab.

Pengalaman masa kecilku itu menjadi pelajaran, rupanya untuk membentuk anak memahami nilai-nilai Islam, bukan dengan memerintahnya saat dia baligh.tapi tanamkan kepadanya hal-hal yang islami dari kecil, maka saat dewasa, hal itu akan menancap padanya dalam. Dan aku terkadang heran, orangtuaku minim dengan pengetahuan agama, tapi kami, keempat anaknya mempelajari agama dengan serius, menutup aurat. adik2ku, tidak ada yg merokok. meski kami masih jauh dari nilai-nilai muslim yang ideal, tapi aku terheran-heran; bagaimana bisa jadi seperti ini dengan pengetahuan orangtua yang minim terhadap agama?�

saat aku bertanya, ibuku menjawab dengan mata berlinang, "Doa"

"Saat itu mama sadar tidak punya apapun untuk membesarkan kalian menjadi anak shalih. bahkan mama tidak begitu paham agama, tidak pintar ngaji, dan tidak memakai jilbab. tapi mama punya doa dalam tahajud tiap malam. agar Allah menjaga kalian, dan menjadikan kalian anak yang shalih. tak putus-putusnya mama berdoa tiap malam dalam tahajud. tiap ada tetangga yang haji, pengetahuan agama bagus tapi anaknya pakai baju ketat, pacaran...mama berdoa agar anak mama jauh dari semua itu."

Aku menatapnya dengan mata kaca. bagaimana kita bisa begitu bodoh mengabaikan kekuatan doa?

Aku hidup dengan keyakinan itu: doa. ya, hanya doa. karena usaha, ikhtiar lumpuh dan sia2 saat tdk dibarengi dengan doa.�

saat aku beranjak dewasa, aku menyadari realita dengan hal-hal fiktif yang kubaca di Annida dulu menjadi begitu berbeda.

Makhluk yang berlabel akhwat dan ikhwan bisa saja mengumpat, berpacaran, menjalin hubungan jauh dari koridor syar'i tanpa rasa takut pada Allah.

Berpolitik secara culas di belakang, lalu melabeli orang-orang yang tidak sepikiran.

Membentuk komunitas eksklusif berlabel: pejuang dakwah, tapi malah menjadi benalu yang menggerogoti dakwah itu sendiri.

Hingga aku muak dengan tempatku berada. Saat itu kawanku mengajakku bergabung dengan jamaah lain, Hizbut Tahrir atau sering disingkat HTI (Hizbut Tahrir Indonesia).

"Beda de," kata Putri, temanku itu." Lebih konsisten terhadap Islam dan dakwah, lebih terhijab, lebih punya sikap. terutama untuk menegakkan harga diri umat melalui khilafah."

Aku manggut, lalu mencoba menempuh jalan lain. tetap di jalan dakwah. hanya mengganti pakaianku dengan jubah panjang yang saat itu kuyakini jilbab yang sebenarnya. Saat itu aku baru masuk kampus, dan di kampus yang kuat dengan nilai-nilai dari jamaah tarbiyah, keterlibatanku dengan HTI dianggap dosa. Suara-suara sumbang mulai kedengaran di sekitarku. tapi aku cuek, aku sedang mencari kebenaran, tidak hendak melakukan sesuatu yang salah.

Hanya, aku masih gamang tentang jalanku. di satu sisi, pergerakanku di dakwah kampus belum mundur, tapi aku mengikuti HTI meski lambat. rasanya seperti meletakkak 2 kaki di 2 jalan yang berbeda. seperti nasihat seorang kakakku,"Semua menuju tujuan yang sama, hanya kendaraan yang dipakainya berbeda."�

aku setuju, dan aku sadar aku tidak bisa naik 2 kendaraan yang berbeda dalam satu waktu. maka aku harus memilih. dan saat itu sesuatu datang dan mengacaukan pikiranku,

"Jangan memecah belah umat." Nasehat itu menusuk ringan.

Dan apa yang kulakukan sekarang termasuk memecah belah umat? Aku berpikir dan berusaha mencerna. Saat itu aku melihat begitu banyak golongan dalam Islam., saling menuding, mencurigai, mengklaim mesjid sebagai milik jamaah mereka,...untuk apa? aku setuju jika yang dilibas adalah golongan yang benar-benar telah mengingkari Al-Qur'an dan Hadits seperti Ahmadiyah. tapi mengapa harus bertengkar jika karena beda penafsiran? Bahkan para sahabat saat masa Nabi punya perbedaan dalam membaca Al-Qur'an dan masalah-masalah ibadah.

Saat itu aku hanya ingin keluar dari semua. aku tidak ingin memecah belah agama ini.

Aku kacau, halaqah jadi terasa tawar, amalan sunnah berantakan, yang wajib setengah hati. aku disorientasi!

Hingga aku berdoa pada Allah, doa yang sederhana saja. aku hanya minta Ia menunjukkan jalan. jalan mana saja, asal mendekatkanku padaNya.

Dan Allah menjawab doaku. perlahan-lahan aku kembali ke jamaah yang dulu. kembali ke dakwah di dunia kampus yang penuh dinamika. aku tdk punya masalah dengan HTi, aku respek dan mendukung perjuangan mereka menegakkan khilafah.,hanya aku mendukung mereka dari tempat yang berbeda.

Hingga saat lain datang, aku berkenalan dengan teman-teman dari Salafi, golongan sekuler, bahkan yang liberal (yang dulunya aku sangat antipati). Aku mengerti sedikit-sedikit tentang cara pandang mereka. berusaha bersikap toleran tanpa meninggalkan prinsipku. juga dengan orang yang berbeda agama. Lakum dinukum waliyadiin...�

Dari semua perjalanan ini, mungkin tidak semua bisa kuceritakan. tapi jika ada yang bertanya kepadaku tentang alasan aku memilih jalan dakwah ini , aku ingin menjawab, bahwa aku memilihnya dengan pencarian. aku tidak dicekoki, dipengaruhi, diajak, atau apapun. tapi aku mencarinya, mempelajarinya dengan teliti, dan juga mempelajari hal-hal lain tentang golongan-golongan lain. aku memilih, tidak sekedar menunggu untuk dipilih.

Dan masalah kecewa, aku berkali-kali dikecewakan di jalan yang aku pilih ini. tapi karena aku mengerti, dan bukan sekedar masuk, aku tidak menjadikan kekecewaan sebagai alasan untuk pergi, tapi untuk berbuat.

Apa aku berhenti?

Hei, tidak! aku masih mencari. Dan pencarianku akan kebenaran, akan selalu ada. selama hati ini masih dapat direndahkan hingga serendah-rendahnya.�

Satu nasehat untuk pencari kebenaran: rendah hatilah. sebab kebenaran tidak akan berlabuh di hati yang tinggi. dan yang terpenting, jangan lupakan DOA. sebab doa, adalah bukti kerendahhatian seorang hamba

"Ya Allah...dekatkan aku dengan orang-orang yang mendekatkan aku padaMu, dan jauhkan aku dengan orang-orang yang menjauhkan aku padaMU."

Gambar dari: http://www.panhala.net/Archive/seek%20patience.jpg

Jumat, 13 November 2009

setelah 20 tahun

Kata Raditya Dika orang-orangan, kalau mau ngeblog tulislah perasaan yang paling kuat yang kamu rasakan (dia dapat dari kata 'orang', jadi dikutip dari Raditya Dika dan orang-orangan).

sedang kata Ferdiriva Hamzah,"yang penting jadi diri sendiri aja, jangan jadi orang lain."

Menggabungkan dua nasihat bijak dari penulis cerita lucu ini, aku jadi ingin berbagi perasaan. sedikitnya, menulis untuk membagi perasaan itu sangat mententramkan. aku tidak suka curhat panjang lebar dengan orang, jadi ini jalanku untuk curhat.

simplenya, aku jatuh cinta

dan itu benar-benar simple, sehingga menjadi sesuatu yang memalukan untuk diceritakan pada orang lain, karena jatuh cinta itu simple, seperti nasehat-nasehat yang sering kita dengar dalam hidup, jangan bicara dalam ruang kuliah, jangan menikah dengan orang pendek, perhatikan kebutuhan gizi anak,hehehe...jadi bawa-bawa masalah kuliah.

yang jelas, cinta bagiku sederhana saja. jatuh cinta biasa,semuanya biasa. bukan jatuh cinta dengan orang yang biasa. sebab bagiku jatuh cinta itu frase. tidak perlu objek tambahan di depannya.

"Jatuh cinta dengan siapa?"

pasti itu kalimat yang akan keluar saat aku menceritakan hal ini pada seorang teman. dan aku ingin menjawab sambil tersenyum ringan.

"Tidak tahu."

Ya, aku jatuh cinta. tapi tidak tahu pada siapa. yang jelas, aku merasakan perasaan ini tanpa tahu objek yang mendapatkan cinta itu siapa. tapi aku menikmati tiap sensasi, saat jatuh cinta, tak perlu tahu siapa, dimana, bagaimana. cukup menikmati perasaan cinta dan semangat yang dibawa bersamanya.

aku jatuh cinta, pertama kali setelah 20 tahun!

tanpa tahu pada siapa:)

well.. mungkin inilah cara cinta yang horizontal itu bekerja. karena mencintai menjadi mudah dan sangat sederhana.

Rabu, 11 November 2009

Kerinduan Kecil

hal-hal yang sedang kurindukan sekarang, sederhananya adalah hal-hal yg tidak bisa kudapatkan. karena waktu mungkin, atau kesempatan, aktivitas, dan hal-hal lain yg benar-benar membuatku jauh.�

waktu kuanalisis, 5 hal yang paling kurindukan:

1.menginvasi perpustakaan di aceh. kadang dulu, waktu aku masih pelajar, atau mahasiswa yang hanya punya waktu untuk sekolah, di waktu senggang yang sangat banyak itu aku akan mendatangi perpustakaan yang kutahu. kdang iseng aja jalan, terus ketemu pustaka atau taman baca. lalu aku netap disana seharian. i addicted to book!!! sampai sekarang masih addicted, dan hanya di pustaka yg bisa membuatku PUAAAAAAAAAAAAS

2. menatapi kekosongan sesaat; laut, pohon, semut yg berbaris

3. mempelajari manusia; mengamati, mencatat

4. manjat pohon hingga pucuk tertinggi; ini sudah hilang lama,sejak aku berjilbab.bukan jilbabnya sih masalahnya, melainkan karena pohonnya udah g bisa dipanjat lagi.hehehe

5. bicara dengan orang yg gak dikenal di jalan-jalan; tukang parkir, pengemis,..belajar dari kehidupan sebenarnya


hal-hal sederhana, tapi begitu mahal sekarang. karena aku sibuk mengurusi begitu banyak hal untuk kepentingan orang banyak,meski agak kesepian,tp aku hanya ingin mengingat satu hal: semua ini untuk Allah, kesepianku juga.

Dan aku yakin, suatu saat segala hal yang kurindukan ini akan kudapatkan kembali. Insya Allah...


Selasa, 03 November 2009

Mencederai Hening

Mungkin aku bisa mencenderai hening. Sebab kini hening sudah tidak bersahabat lagi. Ia bukan lagi hening yang dulu, hening-ku. Kini ia ibarat belibis, terbang kesana kemari sesukanya. Aku mencoba mengerti hening, tapi ia tiada dari diriku. Lalu, kemana akan kucari sesosok hening yang sempurna?

Kucoba, dengan usaha keras untuk menerjemahkan bahasa hening. Aku menari, menarikan tarian yang sunyi, lagu yang meronta… semua demi hening. Hanya agar hatinya yang berpaling kembali padaku.

Mengapa begitu sulit?

Hingga cintaku begitu redam. Kucoba menjauhi hening, membersamai ramai. Tapi ramai tidak punya waktu banyak untukku. Ia sekedar singgah, tidak bercerita. Bahkan ia enggan membersamaiku dalam keseharian yang sedih. Ia hanya bersama saat kami berpesta ria. Saat kami tidak bosan-bosannya mengikuti warna dan permainan yang begitu beragam. Aku mencoba memahami ramai, sama seperti aku mencoba memahami hening yang tak acuh dulunya. Tapi ramai selalu saja tak henti-hentinya membuatku luka. Hanya luka yang terceracap dalam tiap waktu yang terabaikan oleh ramai.

Jadi, apa salahku saat aku ingin kembali mencintai hening? Menyaksikan embrio kami tumbuh besar, menjadi bayi yang siap merangkak, lalu anak yang terus berlari dan melompat. Itu impianku, dulu. Saat hening belum sedingin sekarang. Meski ada embrio kami yang telah menjadi sesosok bocah yang terus melompat, tapi itu dulu. Sekarang semua telah berlalu.

Ah, luka…

Aku mencoba introspeksi. Aku-kah dulunya yang mengkhianati hening? Mendadak, aku ingat waktu saat suasana yang begitu riuh membuatku hanyut. Ada begitu banyak mulut yang butuh telingaku, sosok yang butuh tanganku… hingga aku meninggalkan hening sendiri, hanya berteman sunyi.

Sunyi-kah yang membuat hening berpaling? Sebab sunyi selalu membersamai hening saat kutinggalkan. Permohonan hening agar aku berhenti dan menatapnya, sejenak saja, selalu kuabaikan. Tapi sunyi tidak, ia punya waktu yang berlimpah untuk hening. Mungkin ia akan duduk saja disana seharian dengan hening di sampingnya. Berdua menatap menembus jendela ke arah taman dengan rumputnya yang terbakar matahari. Hingga matahari terbenam dan adzan berkumandang dari surau yang jauh.

Aku tidak disana. Ya, aku tidak ada disana. Aku menjalin kedekatan dengan riuh, bertemu dengan ketidakacuhan, tertawa dengan sesak, dan main catur dengan sibuk. Maka apa salah hening jika ia lelah, dan menjauh dari diriku? Bukan hening yang meninggalkanku, tapi aku! Aku!

Pengkhianatanku pada hening, bagaimana bisa kuingkari?

Maafkan aku…

Kuharap suatu saat maaf itu tidak nihil. Kini, saat aku begitu kehilangan hening, dan ramai tidak bersahabat lagi, maka di titik ini, satu-satunya hal yang sangat kurindukan: mencandai hening lagi. Tidak untuk mencenderai dan membuat robekan yang menganga. Hanya berharap akan kehidupan baru yang bisa tercipta…

Dari hening dan aku.

Mungkin aku harus berjuang keras. Mencairkan hati hening, menikam sunyi, memalingkan wajah dari ramai. Tapi aku tidak gentar. Sebab aku cinta hening. Cinta yang begitu bening…

*catatan saat begitu merindukan keheningan. Ah, hiruk pikuk ini, mengapa begitu ramai?

Sabtu, 31 Oktober 2009

Saturday Night?

Apa arti sebuah malam minggu?

hingga para musisi harus membuat sebuah lagu khusus, "Saturday Night Fever"

Padahal malam minggu, atau sabtu malam, adalah sebuah hari yang biasa. waktu yang biasa. malam yang biasa. lantas apa yang istimewa?

jika dikatakan bahwa malam minggu itu istimewa karena keesokan harinya adalah minggu yang menjadi hari libur? maka tidakkah banyak hari libur lain yang tidak jatuh pada hari minggu?�

dan jikalau malam minggu itu libur karena besoknya libur? maka apakah hakikat sebenarnya dari hari libur? apakah dapat disebut hari libur semata-mata karena ketiadaan jadwal sekolah dan kuliah? tidakkah ada amalan jama'i lain yang menunggu digarap, dan amalan harian yang tidak mengenal hari libur?

Bahkan malaikat pencatat amalan tidak libur pada hari Minggu. juga pada hari-hari lainnya. maka adakah makna dari bergadang pada malam minggu? lalu kesiangan shalat Subuh keesokan hari?

dan bahkan kewajiban pada umat manusia, tanggungan sebagai seorang hamba, tidak mengenal kata libur, malam mingguan. jadi mengapa harus bingung terhadap apa yang akan dilakukan pada malam minggu?

dan tidak ada perbedaan yang berarti pada tiap malam, dan bahwa setiap malam adalah saat pertanggungjawaban itu dipertanyakan.

sudah siap jika malaikat maut menjemput pada suatu malam minggu yang ramai?

Siapkah?

*renungan pada suatu malam minggu

Selasa, 27 Oktober 2009

SENDIRI

apa istimewanya sebuah hari lahir?
tanggal sewaktu kita pertama kali dilahirkan,keluar dari kehidupan intrauteri menuju kehidupan ekstrauteri. tanggal dan bulan saat kehangatan bergelung dalam belaian air ketuban berganti menjadi suatu rasa yang dingin,atau suhu yang lebih panas. tak ada lagi perlindungan 24 jam tanpa henti2, kemudahan yang seolah surga, dan kenyamanan yang tanpa usaha. ketika lahir, semua berubah kepada satu titik: keseorangan.

Ya, keseorangan, kesendirian, dan kesepian.

"keadaan dasar jiwa manusia adalah kesepian" kata Muhammad Iqbal. sosoknya selalu diluputi sunyi. Dan memang, kemanusiaan lebih terefleksi saat manusia membersamai sunyi dan jauh dari hiruk piruk. karena begitulah seorang manusia, seperti apapun dia di mata manusia lain, yang ada baginya hanya satu kenyataan bahwa ia sendiri. hanya sendiri dalam menjalani takdirnya, sendiri dalam memutuskan segala sesuatu,hingga sendiri dalam kematian.

Pasangan, orang tua, teman, hanyalah aksesoris pinjaman pelengkap kehidupan. mereka menemani, tapi tak abadi. semua bisa hilang, bahkan untuk satu detik ke depan. dan tak dapat ditahan, sebab semuanya hanya pinjaman.
hingga akhirnya: SENDIRI

sendiri tidak bermakna sepi, sebagaimana sepi tidak bermakna kesendirian. hanya saja, memaknai perjalanan ini sebagai perjalanan sunyi dapat mewakili keadaan tiap manusia. sebab manusia seringkali tdk menyadari ttng kesendiriannya. berlari kepada teman, sahabat, pasangan,orang tua, tanpa menyadari bahwa jawaban dari segala sesuatu itu terletak pada diri sendiri. bahkan bukan pada orang lain ataupun siapapun.

Dan demikian kita semua berproses memahami hidup, bahwa kita selalu sendiri dalam kehidupan, dan bahkan setelah kematian.
Lalu mengapa harus takut menjadi sendiri? mengapa harus takut kesepian?
Sebab memang kita hanya berseorangan, yaitu dengan DIRI SENDIRI.

Dan hari lahir, adalah moment pengingat kesendirian ini, karena kesendirian ini adalah sunyi yang sendiri, tidak hanya di dunia, tapi juga di akhirat.

*gambar dari: http://images.paraorkut.com/img/pics/images/a/alone-13004.jpg

Selasa, 20 Oktober 2009

dengan apa lagi harus kunyatakan cinta?

Allah...

bahkan dengan bahasa cintaku yang paling sederhana

ingin kuterjemahkan segumpal rindu ini padamu

gumam tanya, gaung sonor di ruang surau

dengan bentuk sesederhana apa cinta ini harus kusuarakan?

Bahkan hampa, gelisah saat memandang

sederet manusia, bertahta di warung kopi hingga petang membayang dan adzan memenuhi negeri dengan suara lelah,akan panggilan yang diabaikan

lalu dengan bahasa cinta apa akan kuisyaratkan rindu untuk serambi mekah?

ia mulai karam

saat aku memandang pintu mesjid, surau, mushalla,langgar

aku terkesiap,sebab daun pintu, jendela, bahkan mimbar mulai berdebu

maka dengan bahasa cinta mana lagi akan kunyatakan?

atau bahasa cintaMu, bersama tasbih ombak yang menggunung

lebih menyentuh hati para pecinta

dan aku, tidak lagi punya puisi cinta untuk disentakkan

hanya doa dan satu pinta

suatu hari kelak, hanya ayat-ayatMu yang menggema,

yang mampu mengalahkan kepulan asap rokok dan tawa yang menggema Maghrib...

Jumat, 16 Oktober 2009

Tentang Maaf


Mungkin kalau dia tidak bicara seperti itu, aku tidak akan ingat,
"Lupakan..." lalu kuturuti. aku melupakan, meski tidak sepenuhnya. hanya hatiku tidak mau memaafkan.Belum...
***
"De, memaafkan bukan berarti melupakan." satu nasihat yang berbeda saat kami duduk di atas bebatuan, menatapi batas laut sambil merasai air laut menjilat kaki hingga ke betis.

Aku menatapnya."bukankah forgiving is forgetting?"

Dia menggeleng,"Tidak selalu. Bahkan melupakan tidak berarti memaafkan."
Aku tertunduk, mengapa begitu sulit?

"Menurutmu, aku bisa?"

Dia menatapku, dalam hingga menyelami rasa ,dan dia hanya menyatakan satu kalimat yang membuat ombak yang menari-nari membasahi rok kami menenggelamkan hatiku,"Kamu pasti bisa De. jutaan orang bisa,kenapa kamu enggak? bahkan, kamu telah berhasil melewati semuanya sejauh ini."

"Menurutmu aku harus?"

Dia tidak segera menjawab, hanya merapikan roknya yang berantakan tertiup angin laut,"Tentu saja kamu harus de.Semua orang juga harus. Hanya saja, keharusan itu untuk dirimu, bukan untuk siapapun. Bahkan bukan untuk orang yang kamu benci. Itu untuk dirimu: ketenangan, dan kebahagiaanmu sendiri."

Aku menatapinya, dia, yang selalu membuatku salut dengan kemampuannya melewati badai. Bahkan sejak kami SMA, dia masih yang terbaik dengan ketenangan dan ketabahannya. Dia adalah sumber telagaku.
"Lalu kamu, akan kemana?"

Dia menjawab mantap, seolah kalimat itu telah lama menunggu untuk dimuntahkan, "Aku akan menikah De. Akhirnya, aku bisa bebas."

Kutatapi dia, tak mampu menyiratkan apapun;takjub. Usia kami sama. dan bahkan saat aku masih bergelut dengan kekonyolan-kekonyolan seorang remaja di usia menjelang 20, dia telah siap menutup lembar kesendirian dengan seorang pangeran di sisi. kutatap dia lebih teliti, tak ada keraguan dan kecemasan di bola matanya.
"Bagaimana kamu bisa begitu siap?"
Dia tersenyum, merapikan helai-helai rambut yang melompat-lompat dari balik kerudungnya."Ade, kamu tidak akan mengerti. Karena situasi kita berbeda. jika kamu di posisiku, kamu akan mengerti." Dia terdiam, "aku ingin bebas..."

Aku tersenyum. Kembali, kami menatapi ombak yang kian mengganas di penghujung siang. meski hatiku masih tergelitik dengan beragam hal, tapi hanya dengan kehadiran seorang sahabat yang dipersatukan dengan doa, membersamai dzikir ombak, semuanya menjadi bening. mengaminkan harapannya diam-diam. Allah...bebaskan dia.

aku merasai mataku hangat, meski bukan bermakna sedih. tapi lega yang tak bertepi

Akhirnya, aku siap memaafkan...

*Kenangan di Pantai uleelhe itu, bahkan aku tidak perlu kamera untuk mengabadikannya. Moga berbahagia, sahabat. Barakallah...

Jumat, 09 Oktober 2009

Live in the Bubble

Pernah dengar film Bubble Boy? Filmnya memang udah jadul,udah lama banget.berhubung aku orangnya rada gaptek untuk urusan film dan musik,jadi baru-baru ini juga nontonnya.

Film ini mengisahkan tentang seorang anak yang lahir tanpa imunitas tubuh sama sekali.dengan kata lain, kuman sekecil apapun dapat membunuhnya dalam sekejap. oleh orang tuanya, untuk menyelamatkan anak mereka,jadilah bayi laki2 itu diisolasi dalam sebuah tempat plastik steril yang bebas kuman, dan menjalani hari-harinya dengan proses sesteril mgk.baik dari makanan, perkakas, baju, dll.Usaha orang tuanya berhasil, bayi tanpa imunitas itu tumbuh besar dalam ruang isolasinya sebagai remaja kurus yg tidak pernah melihat dunia luar selain dari TV yang ada di kamarnya.tapi setidaknya, dia hidup.

masalah lalu timbul saat cowok ini mulai jatuh cinta pada gadis tetangganya, dan sadar bahwa dia gak bakal bisa mendapat gadis ini (gimana mau dapat,bahkan untuk menyentuh aja gak bisa?). tapi cowok non antibodi ini tidak menyerah, sehingga ketika dia dengar bahwa gadis itu akan menikah, dia mati2an merancang sebuah baju steril (seperti baju astronot tapi bentuk balon), dan pergi ke tempat pernikahan. And the last...mgk bisa ditonton sendiri.

Ketika melihat film ini,seperti melihat sebuah realita yang aneh.

Tahu Cedric? bocah ini adalah bubble boy dalam kehidupan nyata.tulang sumsum belakangnya dimatikan dengan radiasi, hingga seluruh sistem imun tubuhnya hilang. dan dia tinggal dalam ruangan gelembung, terisolasi dari dunia penuh kuman hingga mendapat donor sumsum kelak, mgk suatu hari di masa depan.

Melihat dua fakta berbeda dalam dunia yang berbeda menjadikan aku �memikirkan satu hal, imune it, not sterilize it.tidak ada kehidupan yang benar-benar 'hidup', jika hanya terpaku pada upaya mensterilisasikan segala sesuatu. mengapa? karena upaya sterilisasi hanya menciptakan tembok-tembok pengukung seperti penjara plastik di sekitar manusia, dan akhirnya ketika tembok itu berlubang dan invasi kuman terjadi, it's the end of all.

Saat orang tua mengingnkan anaknya baik, mgk sebagian besar di antara mereka akan menutup pintu akses ke arah keburukan: melarang si anak pulang malam, melarang nonton film dewasa, melarang membuka internet (karena takut si anak mengakses situs porno), dll.Tapi semua pelarangan itu bukan menjadi sistem imun, melainkan sterilisasi.si anak akan steril, tapi tak terimunisasi.ketika semua tembok itu jebol, saat dia harus indekos di luar kota misalnya,maka dia akan keluar malam, nonton film2 dewasa, membuka situs2 porno.Kenapa? ya, karena dia sekarang telah terinfeksi, karena dia tidak pernah memiliki imun, hny pengukung.

Lalu jika ada imun? Dia, seorang teman membuatku mengerti ttng imun, "Aku tidak melakukan itu,bukan karena tidak mampu de. tapi karena aku tahu bahwa itu dosa.Ya,dosa,sesederhana itu. tidak perlu alasan yang rumit."

Aku tercengang waktu dia menjawab pertanyaan bodohku: mengapa tidak pacaran? karena aku melihat dia hanya dari suatu segi, dimana dia adalah bagian dari komunitas remaja yang lekat dengan istilah TTM, HTS, dll (tau g maksdnya?). bagi dia,seharusnya mudah saja untuk pacaran. itu yang terlihat oleh sebagian besar orang. dan kesendiriannya mengusik tanya;kenapa? toh hampir semua orang melakukannya!

Tap dia tidak. karena dia mengerti apa itu dosa, memahami dengan pemahaman yang menyeluruh, dan tidak akan berkata,"Dosa gak bejendol!"�

Karena dia telah terimunisasi, tidak tersterilisasi. Dia mampu melawan invasi kuman itu dengan imunitasnya,tanpa perlu binasa.


Sabtu, 03 Oktober 2009

karena tulisan adalah sayap hati


banyak yang kudapatkan,banyak juga yang kulupakan
mungkin hal paling dasar yang kulupakan tentang menulis, ngeblog
adalah tentang sebuah mimpi untuk
menyentuh hati manusia

ya, saat pertama kali aku menulis
lalu membuka blog
aku ingin menulis
merangkai sejuta kata dalam rangkaian kalimat, yang mampu menyentuh hati manusia:

membuka hati yang tertutup
menyembuhkan hati yang luka
menyatukan keping hati yang patah

karena tulisanku adalah penyambung sabda Ilahi
aku ingin semua dapat membacanya
mengenal dunia dalam diri mereka sendiri
karena itu aku tidak mengurung istana aksara ini hanya dalam diary

begitu indah terangkai niat saat pertama kali aku mencoba menggerakkan jari merangkai kata
mengukir makna
hingga aku terlupa
aku putus asa
menganggap aksaraku alpa dari menyentuh dinding hati

hari ini
seorang saudaraku mengingatkanku

karena hatinya telah tersentuh asa
oleh rangkaian alpabet yang mungkin telah terlupa
tentang sebuah negeri utopis yang bernaung damai

terima kasih...
telah mengingatkanku kembali

NB: makasih mbak nisa,your word inspired me again

Jumat, 02 Oktober 2009

Negatif

hari ini, aku bertanya: sudah sejauh mana perjalananku?

Jujur, terkadang aku lelah. lelah menjadi orang yang selalu dipandang baik, lelah menjadi orang yang selalu dilihat lekat oleh orang lain,"Gak pernah marah ya? bisa marah?"

Lelah.

Aku tidak selalu baik. juga bukan tipe orang yang mau pura-pura baik. aku selalu tampil apa adanya. atau setidaknya selalu berusaha

Tapi terkadang aku lelah.

Aku lelah tersenyum, lelah bersikap positif, lelah menebar kebaikan

Terkadang, aku kembali tergoda untuk bersikap radikal, revolusioner, pemberontak.

Di dunia dakwah kampus, aku tergolong manusia pemberontak.

bukan dengan kata-kata memang, aku tidak menyebutkan pemberontakanku dengan apa yang dapat kuucapkan, keterusterangan.

Tapi aku muak pada tingkah laku orang yang menjual simbol. bukan jenggot, jilbab lebar hingga menutupi betis, atau bahkan kata salam yang menjadikan kita muslim sejati, manusia sejati.padahal hijab itu hanya dipakai di dalam mushalla, sisanya berterbangan dalam kalimat menggoda, tawa, dan kemesraan berselimut.

membatasi aktifitas, menutupi diri dari ilmu lain,"Baca apaan tuh! mendingan baca Al-Qur'an."

That's right, tapi tepatkah tindakan menutupi diri dalam mencari ilmu? Bhkan Hudzaifah bertanya tentang keburukan disaat sahabat lain bertanya ttng kebaikan.

Ahhhh,....

bukankah ukuran keshalihan adalah ukuran Allah? Pembeda yang didapatkan bukan dengan mencari nama di mata manusia. bukan dengan ukuran itu.

aku salut, respek dengan orang-orang yang melabeli dirinya sendiri 'brengsek',bangsat, dan tidak mau dianggap baik, karena label 'baik' itu menjadi beban, berhala bagi diri sendiri.

aku tidak mau dianggap baik

aku/ana/gue/saya adalah manusia biasa

bahkan saat aku lelah, aku ingin jadi manusia

"De, kamu baik banget ya."

StOP IT!

aku tidak perlu itu, bahkan tindakan menjudge itu,"ngapain gabung di CIMSA? anak2nya aneh gitu."

yeah, i see.

But the fact, i seek for a real human, and i believe, they are everywhere. Manusia malaikat itu tidak hanya terkurung di tembok-tembok mesjid. mereka bisa ada di manapun.bahkan di warung kopi, tempat penjagalan, bahkan di sudut jalan tempat manusia makan manusia untuk hidup.bahkan di CIMSA sekalipun.

Aku selalu percaya itu.

Karena aku telah melihat beberapa diantaranya. Dan mereka, tidak mengurung kebaikannya di tembok mesjid, dan melempar kejahatannya di luar tembok untuk dikenakan kembali saat perlu. Tapi mereka menemukan itu dalam diri mereka, dan melemparnya ke sekeliling mereka, hingga menemukan fitrah yang sesungguhnya.

"Bengu lo."

It's better for me, setidaknya, tidak perlu berpura2 positif.

Gw bengu, selesai kan?

Minggu, 27 September 2009

segenggam salam cinta

disaat aku kecewa akan tarbiyah

disaat mulai ada wajah-wajah kecil menengadah padaku,

memanggilku atas nama perhatian

disaat aku ingin merasakan jalan yang lain

lalu tangan itu menepukku, pelan

"Kembalilah ukhti..."

dan tangisku pecah....
karena aku sadar: aku tidak pernah ditinggalkan olehNya, bersama ikatan ukhuwah di jalanNya

mungkin selama ini aku sibuk akan pertarungan di medan pertempuran

sibuk dengan musuh berkepala 1000 yang tak pernah mati

terus membabat iblis yang terus beranak pinak

hingga aku lupa:

disini ada satu JAMAAH

bukan hanya aku, bukan hanya engkau

tidak ada kesendirian di jalan ini

kita bersama, meski mungkin sering terlupa

tapi jalinan cinta ini, masih tetap bersemi di taman-taman syurgaNya

Kembalilah menyapa, mungkin ada saudaramu yang lelah dan rindu dengan sapaan cinta

hingga seolah ia memudar dan mulai menghilang

Love you ukhti/akhi fillah

*untuk mereka yang 'lelah' dan merasa sendiri di jalanNya

Sabtu, 19 September 2009

Global Warming, take a care for a better life












Kali ini, let's talk about a global issues, GLOBAL WARMING

bicara tentang global warming bukan hal yang mudah, sebenarnya. karena sebagaimana kebanyakan isu global yang penting di dunia ini: kemiskinan, kelaparan, perang, penyakit endemik, global warming adalah sebuah isu yang paling transparan, hingga nyaris tidak terlihat.

ketika CFC ditemukan pada tahun 1930-an, tidak ada seorang pun yang menyangka bahwa itu adalah awal dari sebuah bencana besar yang akan menimpa dunia. bahkan pada saat lubang ozon mulai ditemukan di atas Antartika, para ilmuwan masih berasumsi bahwa kerusakan yang ditimbulkan tidak terlalu parah. Hingga ketika isu global warming didengungkan, kebnyakan orang masih mengganggapnya hanya hoax. isu. kabar angin.kenaikan suhu bumi dianggap tidak signifikan, bahkan ketika kemajuan industri dianggap sebagai penyebab utama global warming, para pemilik industri besar di negara-negara maju berkelit dengan alasan bahwa sumbangan emisi pabrik terhadap suhu bumi hanya berkisar 30%.

Let's see the fact...

Es di antartika saat ini mulai mencair. Dan bahkan saat saya menuliskan tulisan ini dengan kecepatan 80 huruf/menit, es di kutub utara mulai mencair dengan kecepatan 479 mil persegi/hari. para ilmuwan kembali memprediksi dengan kecepatan ini, es di kutub utara akan hilang pada tahun 2012, lebih awal dari yang diprediksikan.Pada tahun 2007, es di Greenland telah mencair sebanyak 522 ton.dan sekarang 2009

Is it just a prediction?

Let's see other fact

Di saat saya sedang berjalan keluar dari rumah menuju ke kampus,tanpa sadar saya telah mendapatkan satu faktor resiko kanker kulit yang sangat besar. luas lubang ozon di atas Antartika saat ini akan segera mencapai kira-kira 10 juta km2 atau seluas daratan Eropa.

Let's feel the fact

Hari yang panas. setidaknya di negara tropis. tapi tahukan anda bahwa negara subtropis tengah berada dalam kegawatdaruratan arus panas? suhu panas bisa meningkat secara tiba-tiba.bahkan korban gelombang suhu panas yang telah berjatuhan di amerika, australia,, chicago, rutin diberitakan. mungkin rasa panas ini bukan hanya perasaan kita saja.

Is global warming an hoax?

Entahlah, saat kita hanya terpaku untuk melakukan debat kusir tentang seberapa real-nya global warming, maka pada saat itu kita telah membunuh kemampuan diri kita sendiri untuk melakukan perubahan. Change the world? So complicated. Change other people? Maybe,maybe,maybe.Change ourselves? it's closer than all.

matikan peralatan listrik yang tidak diperlukan, minimalkan penggunaan plastik, kurangi sampah,berhenti merokok...mungkin telah menjadi kalimat-kalimat rutin yang berulang-ulang kita dengar. tapi seberapa tanggap kita pada makna dari kalimat itu? kita terus bermimpi merubah dunia. tapi merubah diri sendiri saja tidak bisa.ironis.

satu hal yang penting, how important that issue? tidak penting masalah ini penting atau tidak. di tengah banyak masalah 'besar' dunia. dan masalah yang 'sangat-sangat besar' diri kita sendiri, kita menyadari dan paham bahwa dunia ini tidak tak bermasalah. dan jutaan orang punya masalah yang lebih besar. setidaknya, dengan sadar dan peduli akan isu-isu global, kita akan lebih bersyukur.

masalah dunia ini adalah masalah kita, sebab kita hidup dengan menginjak bumi. dan bernafas dengan udara sekitar.

Rabu, 16 September 2009

Puisi untuk Perpisahan

Maafkan
untuk puisi-puisi yang tak kunjung selesai
dan kebersamaan yang akan usai

Maafkan
jika hanya kemengertian yang tak sanggup terukir
sedang persahabatan diputus takdir

Maafkan
jika hanya tanya
sedang jawab tiada

Maafkan
cinta di bawah rindang
tidak terefleksi sejernih bening

Maafkan
segenggam gumam yang berdengung
lisan berat untuk menggaung

Maafkan
bahasa cintaku yang sederhana
untuk dirimu begitu rumit tentangnya

Senin, 07 September 2009

Rain,De Javu, Me

aku suka hujan
aku juga suka melompat, meski tidak begitu suka berlari

tapi aku suka sekali melompat. tiap sangat senang, aku akan melompat2, tak peduli dimanapun aku berada, di situasi apapun, aku tak sabar untuk melompat
setinggi-tingginya
menikmati perasaan bebas tiap kali melompat
berharap dapat melompat lebih tinggi lagi

lalu, aku sangat suka berjalan
jalan-jalan bagiku memang berjalan
dengan kaki
tanpa kendaraan, hanya berjalan saja

dulu, saat masa-masa aku bukanlah orang yang tersibukkan dengan apapun kecuali sekolah, belajar, dan ngaji
aku suka mengisi waktu dengan naik kendaraan umum ke pusat kota
lalu jalan-jalan, tanpa tujuan
hanya ingin melihat manusia, berbagai macam jenis manusia di kota ini
ekspresi, cara mereka berjalan, cara berbicara mereka... aku mengerti satu hal
"Inilah dunia"

dunia bukan hanya tembok-tembok tinggi mesjid
kegaduhan kampus
kesunyian pustaka

tapi dunia adalah ini
tempat dimana jutaan orang berkumpul
berbagai macam manusia
dengan agama, rasa, suku, warna kulit...itulah mereka
itulah dunia

membuat aku mengerti, dan belajar

Satu lagi yang kusukai adalah hujan
berjalan dan hujan adalah kombinasi yang sangat cocok. saling melengkapi bagai potongan puzzle yang tidak ada pasangan lain selain mereka berdua
dulu, dalam memori terindah, aku akan berjalan. hingga hujan turun.
mula-mula rintik-rintik yang membentuk rinai seperti tirai
membentur tanah dan menguarkan bau khas bumi
lalu semakin lebat
menimbulkan bunyi seperti alunan musik yang menentramkan
suara gemerisik pohon ditiup angin
semua adalah dzikir alam yang sempurna

meski hujan semakin lebat hingga bahkan tidak menyisakan lapangan pandang yang cukup untuk aku menatapi, aku merasa itu adalah hening yang sempurna
tidak perlu mempercepat langkah, tidak perlu berteduh. hanya terus berjalan dan melompat, bahkan menari dalam hujan. tanpa ada yang melihat
tanpa ada yang memperhatikan
tidak memikirkan apapun, tidak takut kepada apapun selain Pencipta hujan ini

dan sekarang, kedamaian seperti saat-saat itu adalah hal yang langka
tidak ada hari sedamai itu tanpa hape yang bergetar
dengan amanah-amanah yang bertumpuk
dan aku kembali merindukan masa-masa itu

setiap hujan, aku menatapi jendela dengan pandangan rindu
tenggelam, melayang dalam de javu


Jangan Benci Aku

kepalaku terlalu penuh hari ini.
benar-benar terlalu penuh. hingga jika aku tidak menulis sesuatu, dalam 2 jam aku akan mulai membentur-benturkan kepala ke dinding

hari ini aku banyak berpikir tentang hidup
meski biasanya juga, tapi hari ini lebih

tentang rasa cinta, tentang rasa benci
dan terutama, yang terakhir. tentang rasa benci

satu hal kecil yang kupelajari dan kupahami adalah bahwa cinta dan benci itu terkadang sejalan. bahkan berimpitan tanpa ada variable di dekatnya. mutlak, hanya ada cinta dan benci.

mungkin, apa yang sebagian orang lakukan sekarang. kebanyakan bertolak dari rasa benci, bukan rasa cinta.

membunuh orang-orang, mengebom dimana-mana, memfitnah suatu manhaj, organisasi...semuanya karena rasa benci. benci pada organisasi yang bersangkutan, benci pada orang-orang kaya yang bergelimang uang tanpa peduli pada yang papa,benci pada bangunan-bangunan megah yang bersanding dengan kumuhnya deretan rumah kardus.

semuanya hanya rasa benci,benci,benci...

bukan menjegal agama lain karena cinta pada Islam, benci pada kekufuran. tapi karena semata-mata benci. bukan mengebom hotel-hotel di ibukota karena cinta pada agama, tapi karena benci pada orang asing, bukan mengembangkan organisasi atau berdakwah karena cinta pada kebenaran di jalanNya, tapi karena kebencian pada organisasi dakwah lain, manhaj lain...

dan semuanya hanya rasa benci.

lalu apa yang bersisa di hati?

bukan kebencian yang Allah ajarkan, Rasul ajarkan. hanya cinta yang menimbulkan kesetiaan, pemebelaan, pengorbanan. dan jika ada benci, maka kebencian itu lahir dari cinta pada Allah dan RasulNya. bukan memulai dengan kebencian, tapi mulailah dengan cinta.sebab ada Basmallah yang berisi kasih dan RahmanNya, bahkan At-Taubah tidak diawali dengan Basmallah.

bisakah kita mencintai Allah dengan rasa benci memenuhi hati?
pikirkanlah...

Jumat, 28 Agustus 2009

Truth as A Cloud

Apakah kalian pencari kebenaran?
Mungkin, karena kebenaran seharusnya tidak perlu dicari. Tapi aku tetap salut dengan para pencari kebenaran, dan bahkan lebih salut dengan orang-orang yang telah menemukannya.
Mengapa? Sebab tidak banyak orang yang bersedia mencari kebenaran, kebanyakan dari manusia hanya menempuh jalan yang telah tersedia baginya. Jalan yang diikuti oleh lingkungan, orang tua… jalan yang dia tahu, tanpa peduli apakah kebenaran memang berada di sana atau tidak. Memilih tanpa kesadaran, hanya karena tidak memiliki keberanian dan rasa ingin tahu. Yang sayangnya kebanyakan manusia memang memilih jalannya dengan cara seperti itu
Aku belajar dari seorang teman luar biasa cara berbeda tentang hidup. Seorang teman yang mencari kebenaran, hingga ia kembali ke titik yang semula dilewatinya. Tapi yang tidak disadari banyak orang, ia berubah, karena kini ia menyelam. Tidak lagi tenggelam.
###
“Aku pernah mencari kebenaran,” demikian Ary mengawali kisahnya.
“Bukan dengan cara yang biasa, tapi dengan cara yang luar biasa.”
“Apa… “ aku hendak bertanya. Tapi langsung merasa itu pertanyaan konyol,. Dia berjilbab, agamanya tidak mungkin lain lagi.
Ary melanjutkan. “Ketika remaja, aku pernah mengalami masa-masa sulit. Saat-saat aku mulai mencari tuhan dan mempertanyakan kembali agama dan eksistensiku;siapa aku, darimana aku berasal, untuk apa aku ada. Aku berjilbab sejak SD, tapi tidak banyak yang kuketahui ttng agamaku. Aku tahu shalat, aku tahu mengaji, tapi lebih dari itu, aku tidak tahu apa-apa.”
Ary berhenti sejenak.”Hingga aku memutuskan untuk mencari kebenaran. Dengan cara yang sederhana, aku memulai petualanganku. Hanya dari literature, aku menemukan bahwa mencari kebenaran itu berarti memilih di antara banyak jalan. Untuk itu, aku memutuskan meninggalkan pengajian yang telah kuikuti dari lama. Kupikir untuk mencari kebenaran kita harus berada di daerah netral.”
Ary menghitung,”Aku mulai mempertanyakan paham yang kuanut, agama yang kuanut. Hingga aku hampir melirik yang lain. Katolik awalnya terlihat sebagai suatu pilihan. Hingga suatu malam aku terbangun, tenggelam di kegelapan… dan sadar bahwa aku tidak akan bisa hidup tanpa jilbabku, shalat, dll. Aku tahu; aku tidak akan pergi ketempat lain lagi, Islam adalah rumahku.”
“Tapi aku masih gelisah. Bahkan dalam Islam aku melihat jalur yang begitu banyak. Dan jalur kebenaran ada diantaranya.aku mencoba menekuni, berpikir asal tidak mengorbankan agama, semuanya boleh. Aku melirik Islam liberal, sejenak. Lalu segera berpaling. Mual. Aku tidak suka pada kebebasan yang tidak bertanggungjawab. Entahlah. Lalu aku mulai gandrung pada sosialisme, lalu belajar filsafat. Membaca Niestzhe, bahkan Karl Marx. Tapi semua itu tidak membuatku merasa lebih baik. Aku tidak mendapatkan teman berdiskusi yang sesuai, hingga paham yang diam2 mulai membuatku tertarik ini hanya melayang-layang di benakku, tidak memiliki tempat untuk berlabuh.”
“di saat itu situasi makin buruk. Filsafat mulai membuatku tertekan. Aku mulai mempertanyakan eksistensi Tuhan, itu momen terendah dalam hidupku. Aku merasa tidak memilikiNya, bahwa Dia tidak peduli pada keberadaanku, dan bahkan aku bertanya-tanya apa Dia pernah peduli pada hambaNya. Dan bahkan suatu pertanyaan konyol mulai timbul tenggelam di benakku: apakah Dia ada?”
“Saat itu momen paling buruk dalam hidupku.” Ary menghela nafas.”aku setengah atheis. Atau bahkan sudah atheis. Aku shalat, aku membaca Al-Qur’an, tapi semua hanya ritual. Aku tidak tahu harus melakukan apa untuk Tuhan yang tidak kupercaya. Hingga aku berkali-kali berpikir untuk bunuh diri. Berpikir untuk menemuiNya langsung hingga semua keyakinanku kembali.”
Ary melanjutkan, lebih tenang.”Saat itu aku kehilangan semua pegangan. Kehilangan semua teman-temanku. Aku tenggelam dalam semacam depresi, buku diaryku masa itu kusebut Sadnessnest. Sebab memang hanya menampung catatan depresiku. Semakin lama, keadaan semakin tidak tertahankan. Sehingga aku memutuskan untuk tidak memikirkannya dan fokus pada pendidikanku.”
Ary tercenung.”saat itu seorang teman baikku datang. Dia menawariku sesuatu jamaah. Semacam aliran, yang berbeda dengan pengajian yang sempat kuikuti dulu. Aku tertarik, tapi hanya sebentar. Di aliran itu, kebanyakan pengikutnya memiliki perilaku yang buruk. Mereka senang menghina aliran lain bahkan mengkafirkan. Menyakiti sesama. Buat apa? Buat apa hidup dengan simbol-simbol agama belaka lalu menyakiti sesama manusia? Bukan seperti itu sikap seorang muslim yang baik, pikirku saat itu. Lalu aku hengkang dan tidak pernah sekalipun datang lagi.”
“kejadian sesaat itu membuat depresiku kian buruk. Aku kembali merasa Islam telah menjadi agama yang buruk. Tidak ada lagi orang-orang yang memegang kebenaran di dalamnya. Semua hanya bertengkar dengan sesama. Mempertanyakan hal-hal remeh dan meninggalkan substansi, semua membuatku nyaris kehilangan kepercayaan. Tidak ada ulama yang dapat dijadikan panutan. Semuanya hanya mencari keuntungan semata. Aku putus asa. Aku bahkan hampir menanggalkan jilbabku.”
Ary terdiam, agak lama.”Suatu hari, aku memutuskan mengunjungi pengajian yang telah lama kutinggalkan. Bukan dengan aliran itu, tapi dengan kelompok pengajianku sendiri. Aku hanya merasa lelah dan berharap bisa mendengar sesuatu. Aku tidak berharap atau berpikir apa-apa. Saat itu aku hanya duduk, diam. Hingga saat aku ditanyai tentang kabarku, aku mulai bercerita. Dan menangis.”
Mata Ary agak berkaca, lalu ia kembali tersenyum.”Saat itu Murabbiku memelukku, dan dengan lembut, dia menyuruhku untuk kembali menekuni semua amalan wajib dan sunnah yang telah lama kutinggalkan, dan meminta jawaban dari semua keraguanku pada Allah.”
“Tiba-tiba, semua terlihat mudah. Meski tertatih, aku kembali shalat wajib dan sunnah secara rutin. Aku bertanya banyak hal padaNya. Saat itu pertanyaanku sangat konyol. Aku berdoa seperti anak kecil yang meminta permen. Aku merengek memintaNya menjawab berbagai pertanyaanku. Aku memintaNya mempertahankan diriku agar tidak jatuh. Aku manja, mengemis, merengek, memaksa di hadapanNya.”
“Semua terasa mudah. Seketika itu juga. Aku mulai mampu melihat. Seolah-olah kemarin seseorang meletakkan sumbatan di telinga dan penutup di mataku. Aku mulai melihat banyak hal tentang hidup yang sebenarnya tidak kulihat. Tentang filsafat, sosialisme yang dulu pernah kupelajari. Bahkan aku mulai melihat dan mendengar banyak tentang islam, agama yang sebenarnya kuanut dari dulu tapi tak pernah kupahami.”
“Seolah terbangun dari tidur yang panjang. Pertanyaan tentang Siapa Aku? Dari mana aku berasal? Semuanya terjawab dengan sangat mudah. Setelah itu adalah hari-hari perjuangan. Aku tetap berjuang dengan shalat, membaca Al-Qur’an, shalat malam… dan di titik itulah: kehidupanku kembali.”
Ary tersenyum kembali.”Rasanya tidak percaya begitu mudahnya kehidupanku kembali. Semua masa-masa depresi seolah tidak pernah ada. Bahkan saat aku membaca diary Sadnessnest ku, aku merasa tidak percaya ada manusia yang mampu hidup dengan begitu banyak masalah, atau bahkan manusia itu ada. Padahal manusia itu ada di sini, tepat membaca buku harian itu.”
Sekarang aku masih belajar. Belajar kembali tentang agama, bermacam-macam jamaah, dan terutama, belajar hidup. Belajar tentang kehidupan dan manusia. Tapi semua kujalani tidak lagid engan perasaan tersiksa seperti dulu. Juga bukan lagi untuk mencari kebenaran. Sebab aku telah menemukannya. Aku ada di sini, memilih jalan ini. Bukan dipilihkan untukku, tapi aku memilihnya dengan kesadaranku, setelah aku mengetahui jalan lain. Meski jalan itu tetap jalan yang sama dengan yang kupilih pertama kali, tapi aku tidak menyesali waktu yang kuhabiskan untuk menemukan jalan itu. Karena dengan belajar, aku tidak lagi tenggelam. Aku menyelam. Aku belajar agar tetap menyelam. Mencari makna, hikmah, dan mutiara dalam hidup.”
Menyelam, tidak tenggelam.
Aku bahagia, jawab Ary saat tersenyum. "Di saat aku bisa melihat lagi dengan mata batinku, aku juga menyadari bahwa Dia tidak pernah meninggalkanku. Dia selalu menjagaku ketika aku mempelajari agama dan filsafat dulu. Dia sengaja tidak mempertemukanku dengan siapapun yang dapat kuajak berdiskusi, sebab Dia tidak ingin aku terperosok. Dia mengeluarkanku dari lubang kotoran sosialisme dan filsafat. Dia juga menunjukkan sisi buruk aliran itu sebelum aku terjatuh terlalu dalam. Dia selalu melindungiku, dan menolongku dalam keadaan sulit. Kupikir, Dia tidak ingin aku lemah, Dia ingin aku menjadi hambaNya yang tangguh. Karena itu Allah mendatangkan segala kesulitan ini untukku. Untuk membuatku kuat.”
"Satu lagi yang kupelajari adalah bahwa jalan menuju kebenaran itu berliku. Tapi memutuskan untuk menemukan kebenaran lebih sulit dari sekedar mencarinya. Ada banyak orang memutuskan untuk mencari kebenaran, tapi enggan untuk menemukannya. Menolak menggenggamnya saat kebenaran sudah di depan mata. Hanya terus mencarinya hingga hidupnya berakhir. Padahal kebenaran itu tepat di depannya. Betapa bodohnya. ”
“Aku memilih kebenaran, jalan ini dengan kesadaranku. Bukan karena ini satu-satunya jalan yang kuketahui atau jalan yang paling mudah kutempuh… aku memilihnya dengan kesadaran penuh, setelah terperangkap berkali-kali di jalan yang salah. “
lalu Ary mengulangi,”Menyelam, bukan tenggelam.”
###

Selamat buat Ary, yang tidak hanya berani mencari kebenaran, tapi juga berani menemukannya.